JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebut, 30 persen dari total gaji atau pendapatan masyarakat sekitar Jakarta dihabiskan untuk transportasi.
Penyebabnya, sampai saat ini, transportasi publik yang murah dan dapat diandalkan oleh masyarakat, masih belum bisa direalisasikan secara nyata di lapangan.
Merespons hal itu, pengamat transportasi, Deddy Herlambang, menyampaikan bahwa fenomena ini bukanlah hal baru.
"Sebenarnya ini riset kami juga di 2017 bahwa belanja transportasi di masyarakat sekitar 30 persen dari UMK, malah heboh baru sekarang," ucap Deddy kepada Poskota, Minggu, 2 November 2025.
Baca Juga: Cerita Pejuang Rupiah asal Bekasi, Kurang Piknik karena Gaji Habis untuk Transportasi
Deddy mengatakan bahwa saat ini transportasi massal di Jakarta seperti KRL dan TransJakarta sebenarnya sudah tergolong murah, karena pemerintah telah memberikan subsidi melalui skema Public Service Obligation (PSO).
"Angkutan umum massal memang sdh murah KRL dan bus TJ masing-masing Rp3.000 (sekali tap) dan Rp3.500, karena pemerintah telah mensubsidi melalui skema PSO," ujar Deddy.
Namun, dikatakan Deddy, yang justru membebani pengeluaran masyarakat adalah biaya 'first mile' dan 'last mile', yaitu ongkos dari rumah ke stasiun atau halte, serta dari pemberhentian transportasi umum ke lokasi kerja atau tujuan akhir.
Sebagai contoh, pengguna ojek online (ojol) untuk ke tempat yang ingin dituju dari tempat pemberhentian sebelumnya.
"Yang mahal justru di first miles dan last miles, bila mereka gunakan transportasi online," kata Deddy.
Deddy menilai, bagi masyarakat kelas ekonomi bawah, ketergantungan terhadap transportasi online dalam aktivitas sehari-hari bisa membuat penghasilan mereka semakin tergerus untuk ongkos perjalanan.
Baca Juga: Layanan Transjakarta Rute JAK41 Belum Beroperasi setelah Dihadang Sopir Angkot
"Bila masyarakat kelas ekonomi bawah selalu bergantung pada transportasi online tentunya gajinya akan makin minim untuk biaya hidup," ungkap dia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Deddy mendorong agar Pemprov DKI Jakarta harus lebih banyak menyediakan angkutan umum kecil seperti mikrotrans, angkot, atau bus pengumpan yang terintegrasi dengan jaringan utama KRL dan TransJakarta
"Agar masyarakat tidak selalu bergantung dengan transportasi online maka Pemda harus sediakan angkutan umum/angkot/bus yang terintegrasi dengan stasiun dan terminal sebanyak mungkin dengan tarif yang murah," ujar dia. (cr-4)