KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya mengungkap berbagai modus kejahatan siber yang menyebabkan kerugian masyarakat mencapai Rp142 triliun secara nasional.
Angka kerugian yang fantastis ini, mencerminkan betapa masif dan terorganisasinya praktik penipuan online di Indonesia.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menjelaskan bahwa modus yang digunakan para pelaku sangat beragam dan terus berkembang mengikuti kemajuan teknologi.
Namun, yang pastinya, para pelaku memanfaatkan kecanggihan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI) dan calon korban yang masih gagap teknologi (gaptek) dan hal lainnya.
Baca Juga: Kerugian Akibat Penipuan Online Tembus Rp142 Triliun, Polda Metro Hadirkan Aplikasi Lapor Cepat
“Modusnya mulai dari hacking, cyber terrorism, sabotase, investasi bodong, pencurian identitas, penipuan online payment, confidence fraud, phishing akun media sosial, love scam, penipuan pinjaman online, penipuan kerja paruh waktu, hingga pemanfaatan AI untuk membuat bukti palsu,” ujar Fian, Sabtu, 1 November 2025.
Menurut Fian, para pelaku memanfaatkan berbagai sarana digital seperti nomor prabayar yang tidak terdaftar, rekening bank penampung, hingga aplikasi khusus yang digunakan untuk menampung atau memutar dana hasil kejahatan. Sehingga tidak menutup kemungkinan kejahatan siber tersebut terduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Kami terus berupaya mengungkap jaringan pelaku. Namun, beberapa di antara mereka beroperasi dari luar negeri, sehingga butuh waktu dan kerja sama internasional untuk menindaklanjutinya. Para pelaku ini juga kerap berpindah tempat untuk menghindari pelacakan,” jelas Fian.
Sementara itu, data dari Bareskrim Polri menunjukkan pola penipuan digital paling dominan adalah phishing dan social engineering.
Pelaku berpura-pura sebagai pihak resmi, seperti bank, perusahaan jasa keuangan, atau instansi pemerintah untuk mengelabui korban agar menyerahkan data pribadi maupun kode OTP.
Pelaku menjanjikan keuntungan tinggi dalam waktu singkat, sementara dana korban justru disalurkan ke rekening pribadi pelaku.
Selain itu, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri juga menemukan peningkatan penggunaan kecerdasan buatan alias AI dalam kejahatan daring.
Teknologi ini digunakan untuk membuat video deepfake, surat palsu, hingga tangkapan layar percakapan fiktif guna meyakinkan korban bahwa pelaku adalah pihak terpercaya.
Baca Juga: DPR Dorong Pemerintah Beri Pendampingan WNI Korban Penipuan Online di Kamboja
Dalam beberapa kasus, pelaku bahkan menggunakan wajah hasil manipulasi AI untuk berpura-pura menjadi rekan bisnis atau kekasih daring korban (love scam).
"Para pelaku membuat video yang memanfaatkan teknologi deepfake mengatasnamakan pejabat negara dalam bentuk video dengan isi konten penawaran bantuan pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan.
Tersangka membuat dan menyebarluaskan video deepfake di berbagai platform media sosial," jelas Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji.