KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Upaya hukum yang diajukan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, untuk menggugurkan status tersangkanya berakhir tanpa hasil.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Delpedro terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan aksi anarkis di Jakarta pada Agustus 2025.
“Mengadili, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” ujar hakim tunggal Sulistiyanto Rokhmad Budiharto saat membacakan putusan di ruang sidang PN Jakarta Selatan, pada Senin, 27 Oktober 2025.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa proses penetapan tersangka terhadap Delpedro telah dilakukan secara sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan ditolaknya permohonan tersebut, proses penyidikan terhadap Delpedro dalam perkara dugaan penghasutan aksi anarkis akan terus berlanjut di kepolisian.
Baca Juga: Kuasa Hukum Delpedro Marhaen Diperiksa Terkait Kasus Penghasutan Aksi Anarkis
Sebelumnya, kasus ini sudah memasuki tahap pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Pelimpahan tersebut mencakup enam orang tersangka, termasuk Delpedro.
Enam tersangka yang dimaksud masing-masing adalah Delpedro Marhaen (DMR) selaku Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Muzaffar Salim (MS) staf Lokataru, Syahdan Husein (SH) admin akun Instagram @gejayanmemanggil, Khariq Anhar admin akun Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP), RAP yang disebut sebagai pembuat dan kurir molotov, serta Figha Lesmana (FL) yang diduga menghasut melalui platform TikTok.
Sementara suasana tegang mewarnai PN Jakarta Selatan saat sidang praperadilan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen. Ketegangan terjadi ketika aparat kepolisian dan sejumlah pendukung Delpedro terlibat adu mulut di area ruang sidang. Insiden bermula ketika para pendukung Delpedro memaksa masuk ke ruang sidang sambil membawa poster dukungan.
Polisi yang berjaga di lokasi, termasuk Kapolsek Pasar Minggu Komisaris Polisi Anggiat Sinambela, meminta agar atribut tersebut diturunkan. Namun, permintaan itu justru memicu adu argumen.
Situasi semakin panas ketika Anggiat tampak merebut salah satu poster dari tangan seorang pendukung. Aksi itu langsung mendapat protes keras dari massa yang menilai tindakan polisi terlalu berlebihan.
Menanggapi hal itu, Anggiat menegaskan bahwa langkahnya bukan bentuk arogansi, melainkan bagian dari prosedur keamanan di lingkungan pengadilan. Ia menegaskan aturan sidang melarang pengunjung membawa poster, spanduk, atau bentuk atribut lainnya demi menjaga wibawa persidangan.
Baca Juga: Tangis Haru Ibu Delpedro Pecah saat Menjenguk Anaknya: Dia Hanya Memperjuangkan Hak-hak Rakyat
“Kita bukan arogan, itu kan SOP. Kita menjalankan SOP. Pamdal enggak berani ambil, kita yang ambil,” jelas Anggiat.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 6 Tahun 2020 poin 13, yang menegaskan bahwa setiap orang dilarang membawa atau menempelkan pengumuman, spanduk, tulisan, maupun brosur di lingkungan pengadilan tanpa izin tertulis dari Ketua atau Kepala Pengadilan.
“Kan, enggak boleh bawa spanduk atau poster di persidangan. Kita menjaga marwah persidangan,” ucap Anggiat.