“.. peristiwa buruk masa menjadi nasehat, masa kini adalah perjuangan dan masa depan adalah harapan. Ini sejalan dengan anjuran para leluhur bahwa tujuan hidup : Menghapus masa lalu, mengubah masa kini dan menata masa depan,” kata Harmoko.
Hari ini harus lebih baik dari kemarin adalah harapan kita semua. Tak hanya secara individu, lebih luas lagi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tentu, lebih baik dalam semua hal, mulai dari ucapan, perilaku dan perbuatan, termasuk dalam bersosial media.
Lebih santun dalam bertutur kata, lebih bijak memberikan kritik kepada teman, lingkungan masyarakat, hingga kepada pejabat.
Baca Juga: Kopi Pagi: Regenerasi Petani Bukanlah Mimpi
Ada etika dan norma dalam berucap dan bertindak sebagaimana tercermin dalam nilai - nilai luhur adat budaya yang termanifestasikan dalam falsafah bangsa dan negara, Pancasila.
Masih banyak sikap dan perilaku kebaikan yang sudah dicontohkan para leluhur, di antaranya tidak memaksakan kehendak, tidak melakukan pemerasan, tidak mengambil hak orang lain, tidak menang sendiri, tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri dan tidak pula semena – mena.
Mari kita mulai hari ini. Tak perlu nunggu hari esok, tak perlu pula menunggu orang lain lebih dulu menjadi baik. Tak harus menunggu dipaksa oleh orang lain menjadi baik.
Ini dalam konteks hubungan sosial dalam membangun lingkungan masyarakat yang penuh harmoni, rukun dan damai, baik di dunia maya, lebih – lebih di alam nyata.
Begitupun dalam tata kelola negara, eksekutif dan legislatif- kehidupan sosial politik. Hari ini harus lebih baik dari kemarin adalah tuntutan rakyat atas sebuah perubahan, selaras dengan kehendak reformasi yang kini kian lantang disuarakan.
Tentu bukan hanya merujuk kepada perilaku para elite, pejabat publik, juga kebijakan dan keputusan politik, termasuk program yang sedang dan akan digulirkan. Utamanya yang program unggulan yang menjadi perhatian dan harapan publik seperti MBG (Makan Bergizi Gratis).
Keracunan makanan yang acap terjadi di sejumlah daerah hingga mencapai lima ribuan kasus sejak program itu digulirkan awal tahun 2025 ini, hendaknya tak sebatas direspons sebagai kejadian yang luar biasa. Tetapi lebih kepada penanganan dan penyelesaian kasus yang lebih dari luar biasa.
Baca Juga: Kopi Pagi: Damai Itu Bersahabat
Maknanya penyelesaian tak bisa dilakukan secara parsial, hanya dari dapurnya, teknisnya, penyajiannya, bahan bakunya dan perangkat pendukungnya, tetapi secara menyeluruh.
Cukup beralasan jika kalangan DPR mendesak perlunya evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG. Jangan sampai program unggulan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan didukung banyak pihak, tercemari karena kurangnya antisipasi. Tercela akibat salah kelola.
Mengejar target jumlah penerima MBG menjadi kewajiban agar manfaatnya semakin meluas dirasakan masyarakat, tetapi hendaknya tetap dibarengi dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik. Aspek kesehatan dan perlindungan kepada masyarakat tidak boleh terabaikan.
Begitu juga dengan program unggulannya lainnya, seperti swasembada pangan, serta koperasi desa Merah Putih. Jangan sampai swasembada pangan terwujud, kesejahteraan petani tak bergerak naik, malah merosot. Jangan pula koperasi desanya maju dan berkembang, kesejahteraan penduduk desanya masih tetap sulit berkembang.
Kasus keracunan makanan MBG menjadi pelajaran berharga, untuk segera gerak cepat melakukan evaluasi sebelum korban berjatuhan lagi. Kasus yang terulang pertanda kurangya antisipasi dan kewaspadaan dalam merespons situasi. Terlebih evaluasi perbaikan diri.
Yang terpenting adalah bagaimana menata masa depan menjadi lebih baik dan terhormat lagi terhadap semua kebijakan dan program unggulan, baik yang sudah berjalan maupun sedang dalam tahap finalisasi.
Baca Juga: Kopi Pagi: Menyatu dengan Alam
Cegah setiap kejadian yang sekiranya akan memberikan citra buruk terhadap program unggulan, program perbaikan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Jangan pula akibat “Nila setitik, rusak susu sebelanga”, apalagi jika tidak cuma setitik, tetapi banyak titik.
Saatnya semua elemen bangsa, terlebih para elite bergerak mengevaluasi kebijakan dan program guna meletakkan pondasi demi masa depan bangsa dan negara yang lebih indah dan cerah lagi.
Peristiwa buruk yang sudah terjadi, itu masa lalu sebagai nasihat agar kita lebih bijak merespons situasi demi masa depan yang lebih baik lagi.
Para pejuang kemerdekaan, pendiri negeri juga mengingatkan kepada kita untuk melihat masa lalu sebagai sejarah. Dengan belajar dari masa lalu berarti kita belajar dari pengalaman yang sudah terjadi sebagai pijakan untuk masa depan.
Karena itu, peristiwa buruk masa menjadi nasehat, masa kini adalah perjuangan dan masa depan adalah harapan. Ini sejalan dengan anjuran para leluhur bahwa tujuan hidup : Menghapus masa lalu, mengubah masa kini dan menata masa depan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Hanya saja, patut diingat bahwa belajar sejarah bukan berarti kita kembali ke masa lalu. Jangan bawa masa lalu dalam kehidupan sekarang. Maknanya jangan pula peristiwa buruk kembali terulang dalam kehidupan sekarang dan mendatang.
Jika ini yang terjadi, bukan kemajuan, tetapi kemunduran. Bukan pula perbaikan, tetapi keburukan. (Azisoko)