Kopi Pagi: Arah Demokrasi Kita (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Arah Demokrasi Kita

Senin 15 Sep 2025, 06:29 WIB

Semua masukan dan pengaduan dari masyarakat hendaknya direspons dengan tanpa melihat dari siapa, oleh siapa dan dari kubu mana. Terbuka juga dalam menyampaikan informasi terkait penyelesaian pengaduan..", kata Harmoko.

Perjalanan panjang reformasi politik dan tata kelola negara, sejak digulirkan hingga kini, terakhir dengan ‘Prahara Agustus”, memberikan pelajaran berharga bagi bangsa ini untuk kian memantapkan langkah menuju jalan terbaik. Bagaimana kedaulatan rakyat dilaksanakan secara baik dan benar. Bagaimana pula pemegang kewenangan kekuasaan seharusnya menjalankan amanat rakyat.

Kita tentu tak ingin demokrasi berada di persimpangan jalan. Bisa saja semua jalan itu baik untuk eksekutif, legislatif dan yudikatif. Baik pula untuk sebuah program pembangunan, tetapi belum menjamin seluruhnya baik untuk rakyat, jika masih minimnya keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan.

Kita paham betul, demokrasi telah menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia, dengan ciri ciri;  adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan). 

Baca Juga: Kopi Pagi: “Empat Aksi” Merespons Situasi

Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara). Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

Demokrasi tidak serta merta terhenti pada proses pemilu, melainkan bagaimana mengaktualisasikan keputusan – keputusan penting negara itu diambil dengan melibatkan rakyat secara lebih bermakna.

Keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan inilah yang menjadi poin penting membangun sistem demokrasi ke depan. Dunia pun menaruh perhatian khusus perlunya memulihkan kepercayaan pada demokrasi, ketika warga negara menjadi kurang terlibat.

Kini, mencuat kekhawatiran global tentang kemunduran demokrasi dan munculnya rezim otoriter di beberapa negara. Karenanya melalui momen peringatan Hari Demokrasi Internasional yang diperingati setiap tanggal 15 September, dunia menyoroti pentingnya partisipasi aktif dari warga negara, aktivis, dan pembuat kebijakan untuk memperkuat demokrasi.

Kuncinya, tadi melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan penting, terlebih jika keputusan dimaksud menyangkut hajat hidup orang banyak.Jika tidak, kepercayaan terhadap lembaga – lembaga demokrasi kian merosot, yang berujung kepada penolakan kebijakan dan merebaknya beragam tuntutan rakyat.

Di sisi lain, sistem demokrasi pascareformasi belum sepenuhnya mampu menjadi instrumen untuk mencapai cita-cita bangsa.

Baca Juga: Kopi Pagi: Jujurlah Koreksi Diri

Masalah yang muncul di antaranya, yaitu tingginya biaya politik, kerumitan sistem, serta suburnya budaya pragmatisme. Belum lagi, kian maraknya politik uang, hingga suara rakyat seolah tergadaikan hingga aspirasi pun terabaikan. Pengawasan dan kontrol sosial menjadi lemah, padahal dalam demokrasi, sistem checks and balance sangatlah penting, tak hanya dari wakil rakyat, juga pelibatan rakyat secara langsung.

Yang menjadi persoalan, sejauh mana fungsi pengawasan dijalankan secara jujur, adil dan transparan serta bertanggung jawab. Begitu juga pihak yang diawasi.

Semua masukan dan pengaduan dari masyarakat hendaknya direspons dengan tanpa melihat dari siapa, oleh siapa dan dari kubu mana. Terbuka juga dalam menyampaikan informasi terkait penyelesaian pengaduan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Sikap terbuka, jujur dan adil perlu lebih dikedepankan pada saat ini di semua lembaga, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Pada saat yang sama dituntut integritas moral para elite politik. Elite yang dipilih rakyat hendaknya wajib memiliki kesadaran etik dan tanggung jawab politik yang tinggi.

Mandat rakyat dengan segala aspirasi dan kepentingannya harus menyatu dalam jiwa, pikiran, sikap, dan tindakannya senantiasa bermuruah negarawan. Ketika merancang dan mengambil keputusan politik, yang menjadi patokan adalah kepentingan rakyat, bukan pihak lain. Bila ingin membangun legasi politik pun harus demi rakyat, bukan untuk kemegahan diri dan kerabat.

Baca Juga: Kopi Pagi: Jejak Kesakralan Istana Cipanas

Ketika suara rakyat diwakilkan dan dimandatkan kepada elite sebagai aktor dalam institusi pemerintahan negara. Logika dasar demokrasi meniscayakan suara elite politik itu sama sebangun dengan kehendak rakyat.

Patut menjadi renungan bersama, apakah elite di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga lain dalam dirinya menjelma kehendak rakyat? Bukan kehendak dirinya, apalagi kehendak pihak lain yang merugikan rakyat?

Disahkannya sejumlah kebijakan maupun undang-undang yang ditentang dan merugikan rakyat menunjukkan bukti suara dan kehendak rakyat dicederai serta disalahgunakan oleh para wakil dan mandataris rakyat. Terlebih jika hidup rakyat dibuat merana oleh para mandataris dan wakilnya.

Rakyat yang terepresentasi dalam kelompok buruh atau pekerja, petani, nelayan, mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap, kelompok marginal, dan mayoritas yang dikenal wong cilik kadang terabaikan dan menjadi korban kebijakan dan perundang-undangan.

Melalui peringatan Hari Demokrasi Internasional hendaknya menjadi momentum bagi elite politik dan pejabat publik baik di pusat maupun daerah, kian melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan politik. Ini hendaknya menjadi arah membangun demokrasi kita ke depan, termasuk ketika membentuk paket undang – undang politik. Peristiwa yang tengah terjadi di Nepal bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Dari rakyat, oleh rakyat, kembali kepada rakyat. Jangan sampai demokrasi dari rahim rakyat pada akhirnya melahirkan balada kisah sedih bagi rakyat. (Azisoko)

Tags:
Kopi Pagireformasi politikkedaulatan rakyat

Tim Poskota

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor