Abdullah: Rencana TNI Melaporkan Ferry Irwandi Tak Sesuai Konstitusi, Bisa Mengancam Ruang Demokrasi

Jumat 12 Sep 2025, 07:37 WIB
Abdullah, Anggota Komisi III DPR RI, menilai rencana TNI melaporkan Ferry Irwandi tidak sesuai konstitusi dan berpotensi mengancam ruang demokrasi. (Sumber: Dok/dpr.go.id)

Abdullah, Anggota Komisi III DPR RI, menilai rencana TNI melaporkan Ferry Irwandi tidak sesuai konstitusi dan berpotensi mengancam ruang demokrasi. (Sumber: Dok/dpr.go.id)

POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyampaikan kritiknya terhadap rencana Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berniat melaporkan CEO Malaka Project sekaligus influencer publik, Ferry Irwandi, ke pihak kepolisian terkait dugaan pencemaran nama baik.

Menurut Abdullah, langkah hukum tersebut tidak tepat karena bertentangan dengan konstitusi dan sejumlah regulasi hukum yang berlaku.

“Saya menilai tak perlu dilanjutkan, karena rencana pelaporan tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945, UU TNI, dan Putusan MK Perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024,” tegas Abdullah pada Kamis, 11 September 2025, sebagaimana dikutip dari laman resmi DPR RI, dpr.go.id.

Baca Juga: Berbulan-bulan Tak Terima Gaji, Belasan Tenaga Medis FMU Clinic Ngadu ke Kapolres Serang

Kronologi Rencana Pelaporan

Pada Senin, 8 September 2025, Komandan Satuan Siber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring bersama jajaran TNI lainnya, yakni Danpuspom TNI, Kababinkum TNI, dan Kapuspen TNI, mendatangi Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.

Kehadiran jajaran TNI tersebut bertujuan untuk berkonsultasi dengan Polda Metro Jaya terkait hasil patroli Siber TNI. Menurut Brigjen Juinta, pihaknya menemukan sejumlah fakta yang mengindikasikan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ferry Irwandi di ruang digital.

Namun demikian, pihak kepolisian melalui Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menjelaskan bahwa TNI tidak memiliki legal standing untuk melaporkan kasus dugaan pencemaran nama baik tersebut.

Hal itu mengacu pada UU ITE yang telah disesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024.

Putusan MK dan Legal Standing

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menegaskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE hanya berlaku bagi individu perseorangan yang merasa dirugikan, dan tidak mencakup institusi negara, lembaga pemerintah, korporasi, jabatan, maupun profesi.

Dengan demikian, institusi seperti TNI tidak dapat menjadi pihak pelapor dalam kasus pencemaran nama baik.

Abdullah menambahkan, hal ini sejalan dengan prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi Indonesia.


Berita Terkait


News Update