"Jika seorang wakil rakyat, pasti akan menyuarakan kepentingan rakyat, demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Bukan mengemas seolah kepentingan rakyat, tetapi untuk memenuhi kehendak pejabat, lebih – lebih keuntungan kerabat,” kata Harmoko.
Reshuffle kabinet telah dilakukan sebagai bagian dari merespons kehendak rakyat. Sebelumnya, pimpinan DPR juga telah bersepakat menghapus tunjangan perumahan anggota dewan. juga tak lepas dari upaya memenuhi tuntutan rakyat.
Selesaikah sampai di sini? Jawabnya tidak. Merespons kehendak publik harus selalu dikedepankan, ada atau tidak tuntutan yang digelorakan. Memperjuangkan aspirasi rakyat adalah tugas para wakil rakyat demi meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menciptakan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah tugas negara sebagaimana amanat konstitusi.
Baca Juga: Kopi Pagi: Jujurlah Koreksi Diri
Membangun bangsa dan negara tak selesai hanya dengan memenuhi tuntutan rakyat, terlebih belum seluruhnya dapat dipenuhi. Ibarat perjalanan masih panjang hingga ke ujung jalan, bahkan membangun bangsa tak kenal ujung, yang ada adalah tahapan.
Yang hendak kami sampaikan, kita harus terus bergerak maju, bukan maju mundur. Tiada henti melakukan evaluasi sambil secara terus menerus merespons kehendak publik, meningkatkan pelayanan, memberikan perlindungan kepada setiap warga negara guna memperbaiki kualitas hidupnya.
Bagaimana kita meningkatkan karakter membangun, bukan merusak. Menguatkan pondasi bangsa, bukan melemahkan.
Setidaknya terdapat “empat aksi” yang perlu dikedepankan oleh kita semua, utamanya para elite politik dan pejabat publik dalam merespons dan menyikapi situasi terkini.
Pertama, meningkatkan rasa empati publik sebagai upaya ikut merasakan derita rakyat, seolah - olah derita diri sendiri, kemudian tergerak hati membantunya.
Baca Juga: Kopi Pagi: Jejak Kesakralan Istana Cipanas
Maknanya, terdapat kepekaan mendengar apa yang menjadi keresahan dan permasalahan publik. Berikutnya, kewaspadaan dalam mempersiapkan pilihan strategi terbaik yang akan dijadikan sebagai solusi atas persoalan – krisis yang dihadapi. Empati bukan sebatas ungkapan rasa prihatin dan kesedihan. Bukan retorika membangun citra, tanpa aksi nyata
Kedua, tidak mempertontonkan “flexing” – pamer kemewahan di tengah penderitaan rakyat.Tidaklah pantas sebagai elite politik dan pejabat publik piknik dan shopping ke luar negeri, di tengah masyarakat masih bekerja keras memenuhi kebutuhan dasarnya.
Ketiga, mengedepankan pola hidup sederhana,sekalipun sangat berkemampuan untuk hidup bermewah ria.
Dalam pepatah Jawa disebutkan ‘urip sak madya”– hidup sewajarnya - seadanya – secukupnya – sepantasnya.
Hidup sak madyo tak hanya menyangkut soal etika dalam hidup bermasyarakat, tetapi diyakini dapat mendorong terwujudnya kemakmuran dan keadilan sosial.
Begitu pentingnya perilaku sederhana dalam kehidupan sehari – hari, maka para pendiri negeri ini menyarikannya ke dalam falsafah bangsa kita, Pancasila, agar menjadi tuntunan sepanjang masa.
Anjuran agar tidak boros dan tidak bergaya hidup mewah seperti dirumuskan dalam butir- butir sila kelima Pancasila, merupakan cerminan dari urip sak madyo sebagaimana kehendak para founding fathers kita.
Baca Juga: Kopi Pagi: Erosi Legitimasi
Ini kian dibutuhkan, lebih – lebih, di tengah tuntutan rakyat yang kian meningkat.
Keempat, memperbaiki komunikasi publik. Fakta tak dapat dipungkiri, kini semakin mudah mengakses informasi dari mana pun datangnya, tak hanya segala penjuru negeri kita, juga dunia. Dampaknya, kian mudah menyampaikan pendapat kepada publik, kapan saja dan di mana saja, juga kepada siapa saja.
Menyampaikan pendapat, komen adalah hak setiap warga negara, tetapi bukan lantas tanpa batas. Ada ajaran etik dan moral bagaimana membangun komunikasi yang baik, serasi dan selaras dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih luas lagi, berbangsa dan bernegara.
Tidak asal ngomong, apalagi sampai menghina dan merendahkan pihak lain. Dalam filosofi Jawa disebut “ ojo waton ngomong” – jangan asal bicara.
Jika dia seorang wakil rakyat, pasti akan menyuarakan kepentingan rakyat, demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Bukan mengemas seolah kepentingan rakyat, tetapi untuk memenuhi kehendak pejabat, lebih – lebih keuntungan kerabat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Jika dia pejabat, tentu pernyataan yang menyejukkan, bukan memanaskan situasi. Menentramkan, bukan membingungkan. Makin memberi keyakinan, bukan menambah keraguan. Membangun optimisme, bukan pesimisme. Memecahkan masalah, bukan malah membuat susah karena menambah masalah.
Baca Juga: Kopi Pagi: Pemimpin Harus Tegas, Rakyat Menunggu Keberpihakan
Kita meyakini, sebagai figur publik, dalam menyampaikan pendapat tentu berdasarkan data, fakta dan kenyataan serta kebenaran yang ada. Ini yang disebut “ngomong sing gawe waton” - bicara harus bisa dibuktikan, didukung fakta, mengandung kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bukan mengada – ada, bukan asal berkomentar, bukan pula asal bunyi untuk kepentingan pribadi demi pencitraan diri.
Mari kita gulirkan empat aksi seperti kami paparkan tadi, untuk merespons dan menyikapi situasi saat ini. (Azisoko).