BEKASI, POSKOTA.CO.ID - Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi menegaskan, anak-anak yang terlibat kericuhan di tidak seharusnya dikeluarkan dari sekolah.
“Saya pikir sekolah ini tempat mendidik, bukan tempat menghukum. Kalau sekolah ada anak yang tidak baik lalu dihukum dengan dikeluarkan, itu bukan sekolah,” kata Ketua KPAD Kota Bekasi, Novrian, Kamis 4 September 2025.
Menurutnya, ketika ada anak yang berbuat kesalahan, sekolah justru memiliki tanggung jawab untuk membina. Hal itu menjadi bagian dari tugas pendidikan dalam membentuk karakter anak.
Lebih jauh, ia menyebut pihaknya bersama Balai Pemasyarakatan (Bapas) akan terus mengawal kasus ini. Saat ini, sebagian anak masih tertahan di Polres Metro Bekasi Kota.
Baca Juga: KPAD Ungkap Anak Terlibat Ricuh di Bekasi Terprovokasi Medsos dan Gim Online
“Mereka masih di polres dan sedang menjalani proses diversi. Satu sampai tiga hari ke depan kemungkinan sudah bisa keluar. Kami akan terus kawal agar proses penanganannya sesuai prosedur anak,” tuturnya.
Namun, belum ada bukti kuat ada pihak yang secara langsung memobilisasi anak-anak tersebut atau tidak. Hanya saja, provokasi di media sosial hingga gim online mendorong keterlibatan mereka.
“Kalau dimobilisasi secara langsung, mereka tidak mengakui. Tapi memang ada beberapa yang mengajak. Yang pasti provokasi di sosial media itu benar adanya,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa setelah anak-anak ini dipulangkan, mereka akan tetap dalam pantauan pihak sekolah, keluarga, dan lingkungan.
Baca Juga: Selamatkan Indonesia: BEM Si Gelar Demo di DPR Hari Ini, Apa Tuntutannya?
“Untuk proses di sekolahnya, mereka akan ada tugas wajib pembinaan, bukan hukuman. Karena banyak kasus yang selesai hanya dengan mengeluarkan anak. Itu salah kaprah, " kata Novrian
Dirinya berharap sekolah bisa menjadikan anak-anak yang pernah terlibat masalah menjadi agent of change. Tentunya dengan memberikan pemahaman agar bisa menjadi duta perubahan.
Sebelumnya, Novrian menyebut aksi mereka dipicu oleh provokasi yang tersebar luas di media sosial.
“Banyak dari mereka bilang tidak tahu, cuma ikut-ikutan saja. Hampir rata-rata terprovokasi oleh informasi yang mereka terima di media sosial,” katanya. (CR-3)