Trik Hemat Belanja ala Ibu-Ibu: Dengan Rp100 Ribu Bisa Dapat Banyak Barang, Ayah Rp200 Ribu Hanya Sedikit

Selasa 02 Sep 2025, 15:09 WIB
Seorang ibu tengah memilih sayuran di pasar tradisional dengan cermat. (Sumber: Pinterest)

Seorang ibu tengah memilih sayuran di pasar tradisional dengan cermat. (Sumber: Pinterest)

“Ibu cenderung menghindari risiko keuangan yang tidak perlu sebab mengetahui kebutuhan pengelolaan rumah tangga dalam jangka panjang,” tambah Ratna.

Dalam masyarakat tradisional, pembagian peran antara ibu dan ayah sangat jelas. Ayah keluar rumah untuk mencari nafkah, sementara ibu mengatur dapur dan rumah tangga. Walaupun modernisasi membuat batas peran ini semakin cair, warisan budaya tetap melekat.

Ibu yang terbiasa "berburu diskon" atau mencari barang dengan harga miring, seakan melestarikan nilai kehematan sebagai kebajikan domestik. Sebaliknya, ayah yang cenderung membeli barang langsung tanpa banyak perbandingan harga dipandang lebih boros.

Realitas Ekonomi: Hidup di Masa Serba Mahal

Fenomena ini semakin relevan di tengah tekanan ekonomi global dan nasional. Harga kebutuhan pokok melonjak, sementara pendapatan banyak keluarga stagnan. Dalam kondisi seperti ini, peran ibu sebagai pengelola keuangan menjadi kian krusial.

"Ekonomi lagi berat, bisa apa selain berhemat?" kalimat yang muncul dalam berbagai artikel ekonomi bukan sekadar retorika, tetapi cermin realitas sehari-hari. Ibu menjadi garda depan dalam memastikan keluarga tetap bertahan.

Studi Kasus: Belanja Minimarket ala Ayah vs. Belanja Pasar ala Ibu

Fenomena yang viral di Instagram mencerminkan realitas:

  • Ayah ke minimarket: pulang dengan struk Rp200 ribu, namun hanya membawa dua barang yang dianggap penting atau premium.
  • Ibu ke pasar tradisional: dengan Rp100 ribu bisa membawa pulang satu kantong penuh sayur, lauk, dan kebutuhan pokok.

Hal ini bukan berarti ayah selalu boros, melainkan cara belanja yang berbeda. Minimarket cenderung menawarkan kenyamanan dan produk instan dengan harga lebih tinggi, sementara ibu terbiasa mencari alternatif di pasar tradisional yang lebih ekonomis.

Dari pengalaman banyak keluarga, fenomena ini sering kali menghadirkan humor sekaligus pelajaran. Seorang ibu rumah tangga di Bandung, misalnya, mengaku sengaja menyimpan uang kembalian receh agar bisa dikumpulkan untuk belanja bulanan. Sementara itu, suaminya merasa lebih praktis membeli barang sekalian dalam jumlah besar meski lebih mahal.

Perspektif ini menunjukkan bahwa yang dianggap "pelit" oleh sebagian orang, justru merupakan bentuk strategi bertahan hidup. Di sisi lain, gaya belanja ayah mencerminkan kebutuhan praktis dan efisiensi waktu.

Baca Juga: Novel Baswedan Sebut Pelaku Penjarahan Harus Ditindak: Tapi Jangan Lupa dengan Pejabat yang Korupsi

Tidak Semua Keluarga Sama

Penting untuk dicatat, fenomena ini tidak bisa digeneralisasi. Ada ayah yang sangat hemat, bahkan lebih teliti dari ibu. Ada pula ibu yang konsumtif dalam belanja daring. Perilaku finansial dipengaruhi oleh kepribadian, latar belakang pendidikan, dan nilai keluarga, bukan sekadar jenis kelamin.

“Semakin pelit, maka semakin kita belajar bahwa uang tak mudah didapatkan sehingga memang perlu digunakan dengan hati-hati,” tegas Ratna.


Berita Terkait


News Update