Edukasi HIV AIDS kepada remaja menjadi fokus penting dalam mencegah penyebaran di Kota Bogor. (Sumber: Pinterest)

NEWS

Kota Bogor Darurat HIV/AIDS? Semester Awal 2025 Tercatat Tambahan 100 Kasus Baru

Sabtu 23 Agu 2025, 06:22 WIB

POSKOTA.CO.ID - Ketika berbicara mengenai kesehatan publik, terutama HIV AIDS, data yang valid adalah fondasi utama. Hal ini ditegaskan oleh Wali Kota Bogor, Dedie Rachim, dalam pertemuan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bogor periode 2025–2028 di Paseban Sri Baduga, Balai Kota Bogor pada 22 Agustus 2025.

Dedie mengibaratkan fenomena HIV AIDS sebagai gunung es: apa yang tampak hanyalah sebagian kecil, sementara realita di bawah permukaan bisa jauh lebih besar.

Artinya, kasus yang terdeteksi di layanan kesehatan belum tentu merepresentasikan jumlah sebenarnya. Banyak individu mungkin belum menyadari status kesehatannya, atau bahkan enggan melakukan tes karena stigma sosial.

Kondisi ini menggambarkan ketakutan yang masih menghantui masyarakat bukan hanya soal penyakit, tetapi juga soal penerimaan. Inilah sebabnya mengapa data valid bukan sekadar angka, melainkan cerita nyata dari ribuan orang yang membutuhkan perlindungan.

Baca Juga: Diduga Terlibat Tindak Kekerasan, 2 Anggota Brimob Diperiksa Polda Banten

Kolaborasi Lintas Sektor, Bukan Hanya Tugas Pemerintah

Mengutip dari Antara Dedie dalam pidatonya menegaskan bahwa penanganan HIV AIDS tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor adalah kunci. Dunia kesehatan, pendidikan, organisasi sosial, hingga masyarakat umum harus ikut bergerak.

“Kasus HIV AIDS ibarat gunung es, yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil, sedangkan jumlah yang belum terdeteksi kemungkinan jauh lebih banyak. Oleh karena itu, ketersediaan data yang akurat sangat penting sebagai landasan dalam merumuskan kebijakan,” ujar Dedie.

Keterlibatan masyarakat menjadi penting karena HIV AIDS kerap menyebar lewat perilaku berisiko yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Apabila hanya pemerintah yang bekerja, strategi pencegahan tidak akan maksimal. Namun, jika masyarakat ikut peduli, stigma bisa berkurang, akses tes meningkat, dan penderita bisa lebih terbuka dalam mencari pengobatan.

Seorang aktivis kesehatan di Bogor pernah mengungkapkan, “Kita tidak bisa melawan HIV dengan diam. Keterbukaan adalah senjata, dan kolaborasi adalah benteng.” Pernyataan ini sejalan dengan semangat Dedie, yang menekankan pentingnya bahu-membahu menghadapi masalah kesehatan publik.

Pentingnya Edukasi Remaja

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Bogor sekaligus Ketua Pelaksana Harian KPA, Denny Mulyadi, memberikan penekanan pada sisi edukasi. Menurutnya, generasi muda perlu mendapatkan pemahaman sejak dini tentang HIV AIDS, agar tidak terjerumus pada perilaku berisiko.

“Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memberikan edukasi sekaligus menjadi teladan. Remaja membutuhkan contoh nyata tentang hidup sehat dari lingkungan sekitarnya,” tuturnya.

Remaja adalah kelompok rentan. Masa pencarian jati diri sering membuat mereka mudah terpengaruh lingkungan, termasuk dalam hal seksualitas dan gaya hidup. Tanpa pemahaman yang benar, mereka berpotensi salah mengambil langkah.

Denny menambahkan, edukasi tidak hanya sebatas teori di sekolah, tetapi juga teladan nyata dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan melihat gaya hidup sehat dari orang-orang di sekitarnya, remaja bisa memahami bahwa pencegahan bukan sekadar larangan, melainkan pilihan untuk masa depan yang lebih baik.

Program Konkret dari Forum KPA

Pertemuan KPA Kota Bogor 2025–2028 tidak berhenti pada diskusi. Harapan besar dititipkan agar forum ini melahirkan program konkret. Seperti yang disampaikan Denny, program tersebut harus bisa dijalankan di lapangan, bukan hanya sekadar wacana di atas kertas.

Beberapa inisiatif yang dipertimbangkan antara lain:

  1. Tes HIV rutin di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
  2. Kampanye edukasi melalui media sosial yang lebih dekat dengan remaja.
  3. Pelatihan kader kesehatan masyarakat agar lebih sigap dalam memberikan informasi.
  4. Peningkatan layanan konseling bagi mereka yang terdeteksi positif.
  5. Program dukungan bagi ODHA agar tetap produktif tanpa diskriminasi.

Langkah-langkah ini bukan hanya angka dan rencana, tetapi juga harapan baru. Harapan bagi seorang ibu rumah tangga yang mungkin takut membawa anaknya tes, atau seorang remaja yang bingung mencari informasi yang bisa dipercaya.

Baca Juga: Kejagung Tetapkan Raja Minyak Riza Chalid DPO

Tantangan: Stigma, Akses, dan Kesadaran

Meski strategi sudah disiapkan, tantangan di lapangan tetap besar. Stigma terhadap ODHA (Orang dengan HIV AIDS) masih kuat di masyarakat. Banyak yang menganggap HIV adalah aib, sehingga penderita memilih untuk menyembunyikan statusnya.

Selain itu, akses terhadap layanan kesehatan juga belum merata. Tidak semua warga Bogor memiliki keberanian atau kemudahan untuk melakukan tes. Faktor ekonomi dan jarak menjadi kendala lain yang tidak boleh diabaikan.

Kesadaran masyarakat pun masih rendah. Banyak yang merasa HIV AIDS adalah masalah orang lain, padahal setiap orang memiliki potensi risiko. Sikap “asal bukan saya” justru memperburuk kondisi, karena membuat penyebaran berlangsung secara senyap.

Dalam konteks HIV AIDS, kita mudah terjebak pada statistik berapa kasus terdeteksi, berapa yang meninggal, berapa yang masih hidup dengan pengobatan. Namun, di balik angka-angka itu, ada manusia dengan cerita masing-masing.

Ada seorang ayah yang berjuang tetap sehat demi anak-anaknya. Ada seorang remaja yang baru tahu statusnya dan takut kehilangan masa depan. Ada seorang ibu yang diam-diam menanggung stigma dari lingkungan sekitar.

Dedie Rachim menegaskan kembali bahwa penanganan HIV AIDS membutuhkan data valid, strategi yang jelas, dan kolaborasi yang kuat. KPA Kota Bogor menjadi wadah penting untuk memastikan semua pihak terlibat aktif.

Dari sisi edukasi, generasi muda harus menjadi fokus utama. Dari sisi kebijakan, data harus dijadikan dasar langkah nyata. Dari sisi sosial, stigma harus dikikis agar penderita bisa lebih terbuka.

Jika semua elemen bersatu, bukan mustahil Kota Bogor bisa menjadi contoh kota yang berhasil menekan angka HIV AIDS. Lebih dari itu, perjuangan ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.

Karena pada akhirnya, melawan HIV AIDS bukan sekadar tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab kemanusiaan. Dan kemanusiaan hanya bisa tumbuh jika ada empati, solidaritas, dan kesadaran bersama.

Tags:
Kolaborasi lintas sektor pencegahan HIVEdukasi HIV untuk remajaKomisi Penanggulangan AIDS Kota BogorData valid kasus HIV AIDSPenanganan HIV AIDS Bogor

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor