POSKOTA.CO.ID - Isu mengenai kenaikan tunjangan perumahan anggota DPR RI menjadi perdebatan hangat di ruang publik.
Nafa Urbach, yang kini menjabat sebagai anggota Komisi IX DPR RI, menjadi pusat kontroversi setelah sebuah video dirinya viral.
Dalam video tersebut, Nafa menyatakan dukungannya terhadap kebijakan menaikkan tunjangan perumahan hingga Rp50 juta per bulan.
Pendapat ini muncul karena menurut Nafa Urbach para anggota dewan tidak lagi memperoleh fasilitas rumah dinas.
Baca Juga: Wamenaker Immanuel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terlibat Kasus Apa?
Namun pembelaan itu tidak hanya berhenti pada argumen normatif. Nafa turut menyinggung pengalaman pribadinya yang tinggal di kawasan Bintaro.
Ia menyebut kemacetan saat menuju Kompleks Parlemen sebagai alasan yang memperkuat perlunya kenaikan tunjangan. Pernyataan tersebut memicu kritik keras karena dianggap tidak peka terhadap kondisi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi.
Sentilan Joko Anwar
Sutradara ternama Indonesia, Joko Anwar, ikut memberikan tanggapan. Melalui unggahan di InstaStory, ia membagikan tangkapan layar berita mengenai pernyataan Nafa dengan menambahkan komentar.
"Makanya voters, pilih wakil di DPR yang pinter, jangan sekedar artis," sindir Joko Anwar.
Baca Juga: Bukan Gagal, Ini Alasan Mengapa Tombol ‘Daftar UKPPPG’ di Ruang GTK Masih Non-Aktif!
Sindiran ini dengan cepat menyebar di media sosial dan mendapat dukungan banyak warganet. Kritik tersebut tidak hanya ditujukan pada Nafa Urbach secara personal, tetapi juga menjadi refleksi atas fenomena masuknya selebritas ke dunia politik.
Joko Anwar menekankan pentingnya kualitas intelektual dan kapabilitas dalam memilih wakil rakyat, bukan hanya sekadar popularitas.
Reaksi Publik dan Kesenjangan Sosial
Pernyataan Nafa menimbulkan gelombang kritik dari masyarakat. Banyak yang menilai ucapan tersebut menunjukkan adanya jarak antara elite politik dengan rakyat.
Ketika sebagian besar masyarakat berjuang menghadapi harga kebutuhan pokok yang meningkat, alasan "macet ke Senayan" dianggap tidak relevan sebagai pembenaran untuk menaikkan tunjangan puluhan juta rupiah.
Kritik publik ini menggarisbawahi urgensi wakil rakyat untuk lebih berempati dan memahami kondisi masyarakat.
Peran DPR bukan hanya sebagai pembuat undang-undang, tetapi juga representasi aspirasi rakyat yang seharusnya mengutamakan kesejahteraan publik.