TAMBUN UTARA, POSKOTA.CO.ID - Warga Desa Srimukti, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, menyuarakan dugaan penyelewengan uang kompensasi pembongkaran bangunan liar.
Bantuan yang diberikan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi tersebut dinilai tidak merata, sehingga terindikasi adanya penambahan data fiktif. Sejumlah warga menilai ada oknum desa yang melakukan pembengkakan data.
Mereka disebut menemukan orang-orang yang tidak memiliki bangunan justru mendapatkan dana kompensasi. Sementara itu, sebagian warga yang sudah menerima kompensasi tak kunjung membongkar bangunannya.
Diman, 51 tahun, warga Srimukti yang rukonya ikut digusur, mengaku kecewa. Ia menilai pendistribusian dana kompensasi berjalan tidak adil dan diselewengkan oleh oknum tertentu.
Baca Juga: DPRD Kota Bekasi Nilai Usulan Penghapusan Tunggakan PBB tidak Tepat, Ini Alasannya
“Ya jelas, karena di sini banyak yang tidak punya bangunan tapi tetap mendapatkan dana kompensasi. Saya tahu siapa saja yang memang punya bangunan dan siapa yang tidak,” kata Diman saat ditemui Poskota, Senin, 18 Agustus 2025.
Diman menyebut dirinya hanya menerima kompensasi untuk satu dari dua bangunan ruko. Sementara itu, ada pihak lain yang memasukkan data berlebih hingga menerima kompensasi melebihi jumlah bangunan yang berdiri.
“Oknum staf Desa Srimukti itu punya bangunan empat lokal, tapi dia memasukkan lima data. Semua sudah mendapatkan kompensasi, tapi bangunannya sama sekali belum dibongkar,” tuturnya.
Ia menuding staf desa terlibat dalam pembengkakan data penerima. Menurutnya, hal ini menyalahi aturan dan merugikan masyarakat yang benar-benar terdampak.
Baca Juga: Masuk Musim Hujan, Damkar Bekasi Imbau Warga Waspadai Kemunculan Ular
“Kalau masalah pendataan, itu dari salah satu pegawai desa Srimukti. Ya makanya boleh dikatakan sewenang-wenang. Mentang-mentang dia pegawai desa,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti keberadaan bangunan di salah sebuah perumahan yang berdiri di atas tanah PJT Tanggul Srimukti. Bangunan tersebut tidak ikut dibongkar, meski pemiliknya tetap menerima kompensasi.
“Sebagai korban penggusuran, saya sangat kecewa sekali. Kok cuma saya yang digusur total, sedangkan yang lain dapat kompensasi tapi bangunannya tidak dibongkar,” ucapnya.
Meski ada informasi bahwa bangunan milik staf desa itu memiliki sertifikat, Diman mengaku belum melihat secara langsung. Ia menilai jika mengacu pada pengukuran PJT, seluruh bangunan yang berdiri di atas tanggul seharusnya ikut dibongkar.
Baca Juga: Meriah! Warga Kampung Asem Bekasi Gelar Panjat Pinang dan Lomba Seru Khas 17 Agustusan
“Menurut pengukuran dari PJT, dari as tanggul sampai belakang itu 14 meter. Kalau memang sesuai aturan, semua bangunan itu harusnya habis total,” tegasnya.
Diman mengaku dirinya sudah mencoba menyampaikan keresahannya terhadap staf desa dan kepala desa setempat, namun justru tidak mendapatkan respon apapun.
"Tidak ada respon sama sekali. Baik dari pihak pegawai mulai dari lurah, kadus, RT, RW dan staf juga sama sekali tidak ada yang menanyakan ke saya. Tidak ada," katanya. (CR-3)