Kopi Pagi: Merajut Kebersamaan (2) (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Merajut Kebersamaan (2)

Kamis 14 Agu 2025, 06:36 WIB

Pengantar: Merajut kebersamaan guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa , tak sebatas retorika, tetapi butuh realita dan aksi nyata. Bukan mengejar citra. Begitupun edukasi nilai -nilai patriotisme dan nasionalisme. Tema tersebut kami sajikan dalam tulisan tiga seri dalam rangkaian peringatan HUT ke- 80 Proklamasi Kemerdekaan RI . (Azisoko),

Untuk membangun kebersamaan, perlu mewujudkan kesetaraan bagi seluruh rakyat. Kesetaraan  memperoleh keadilan, kesetaraan memperoleh pembangunan dan kesetaraan menikmati pemerataan pembangunan," kata Harmoko

Melalui kebersamaan, setidaknya hidup lebih ringan, lebih mudah menyelesaikan masalah, menimbulkan kasih sayang dan saling tolong menolong, serta mencegah timbulnya konflik.

Sering dikatakan pula bahwa kebersamaan adalah kunci kekompakan, memperkuat kesatuan dan persatuan serta menciptakan keharmonisan. Hanya saja menciptakan kebersamaan tidak semudah seperti membalik telapak tangan. Kebersamaan mudah diucapkan, tetapi sulit dipraktikkan.

Baca Juga: Kopi Pagi: Merajut Kebersamaan (1)

Kebersamaan dapat terwujud jika: Ada komitmen yang jelas, menjunjung tinggi toleransi, menghargai perbedaan, terdapat kepentingan yang sama dan adanya kepercayaan. Tak kalah pentingnya adalah ketulusan dan keikhlasan.

Ketulusan muncul karena adanya kesadaran bahwa kebersamaan adalah lebih baik ketimbang kesendirian. Bersama menuju sejahtera, ketimbang sendiri, lagi menderita.

Ada pepatah mengatakan: Lebih baik jalan bergandengan tangan di tengah lorong kegelapan, dari pada berjalan sendirian di tengah padang ilalang.

Mari bangun kebersamaan. Bersama tanpa prasangka membuat kita bahagia sejahtera.

Lagi pula, sudah menjadi fitrah manusia untuk hidup berkelompok, bermasyarakat atau hidup dalam kebersamaan. Sehebat apa pun kemampuannya, setinggi apa pun ilmu, pangkat, jabatan dan kedudukan, seluas apa pun hartanya, sebagai manusia akan selalu membutuhkan bantuan orang lain.

Itulah fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang sejak kelahirannya sudah dalam satuan yang terkecil, yakni keluarga. Kemudian tumbuh berkembang dalam kelompok masyarakat, lebih luas lagi bangsa dan negara.

Baca Juga: Kopi Pagi: Tiada Henti Menunggu Realisasi

Maknanya hidup bermasyarakat – hidup dalam kebersamaan adalah  sebuah kebutuhan. Ini sejatinya modal utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang jika dikemas sedemikian rupa menjadi sebuah kekuatan besar mengisi kemerdekaan, demi mewujudkan cita – cita negeri kita.

Hanya saja realita tak dapat dipungkiri, kebersamaan pada masa perjuangan tentu sangatlah jauh berbeda dengan era sekarang. Begitu pun ketika kita dihadapkan kepada upaya membangun kebersamaan yang di dalamnya terdapat  keberagaman. Beragam dalam tradisi,budaya, etnis dan agama. Sebagai bangsa yang majemuk dan multikultural, kadang dihadapkan pada realitas yang cukup rumit.

Bung Karno sendiri sejak awal kemerdekaan telah berpesan kepada pemuda, generasi penerus bangsa lewat pernyataannya “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”

Saat itu, boleh jadi kita bertanya – tanya bagaimana mengusir penjajah lebih mudah, ketimbang melawan bangsa sendiri? Tetapi pesan itu belakangan dapat kita cerna, apa makna yang terkandung di dalamnya.

Melawan bangsa sendiri bukan berarti berperang secara fisik sebagaimana mengusir penjajah.

Kalau pun dikatakan berperang adalah perang melawan ego pribadi dan intoleransi. Satu sikap yang jauh dari nilai - nilai dasar manusia sebagai makhluk sosial.

Baca Juga: Kopi Pagi: Moralitas Politik

Era kini, kita menyaksikan keberagaman masih menjadi embrio pemicu terjadinya konflik, permusuhan dan kebencian satu sama lain. Meski konflik tersebut tidak semata berlatar belakang perbedaan, tetapi dapat menghambat terciptanya kebersamaan.

Jika sudah melebur dalam keluarga besar yang disebut bangsa, hendaknya disertai dengan menanggalkan ego pribadi dan kelompok. Kedua ego tadi  ikut melebur ke dalam ego yang lebih besar lagi, yakni ego (kepentingan) nasional.

Kita tentu berkehendak hidup bersama bukan sebatas bersama dalam artian fisik, tetapi ada kebersamaan. Ini dibutuhkan sikap toleransi, saling peduli, saling berbagi sebagaimana sebuah keluarga, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Menahan diri untuk tidak terprovokasi. Singkirkan prasangka buruk dengan mencari- cari kesalahan orang lain. Tak ada lagi kepentingan pribadi dan kelompok karena  semuanya sudah terakomodir dan melebur menjadi kepentingan bersama.

Baca Juga: Kopi Pagi: Teladan Wujudkan Kemakmuran

Harapan ini bukan mimpi, tetapi obsesi yang diyakini dapat terealisasi, jika negara melalui aparat dan pejabatnya di semua tingkatan, baik di pusat dan daerah tampil memberi teladan melalui upaya konkret menyatukan keberagaman.

Untuk membangun kebersamaan, perlu mewujudkan kesetaraan bagi seluruh rakyat. Kesetaraan  memperoleh keadilan, kesetaraan memperoleh pembangunan dan kesetaraan menikmati pemerataan pembangunan.

Kunci merajut kebersamaan adalah mewujudkan kesetaraan. (Azisoko)

Tags:
kebersamaanHarmokoKopi Pagi

Tim Poskota

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor