Mengenai skema pembayaran, Agung menjelaskan bahwa pelaku usaha dapat mendaftar melalui sistem digital LMKN dan membayar royalti sesuai klasifikasi usaha dan luar ruang pemutaran musik.
Ia menggambarkan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Korea Selatan. Sistem yang diterapkan serupa dan sudah diberlakukan sejak lama.
“Namun tujuan Indonesia bukan untuk menambah pemasukan negara melainkan memberikan kepastian hukum serta memastikan bahwa pelaku industri kreatif mendapatkan hak ekonominya secara adil,” ucapnya.
Agung juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran royalti dapat dikenakan sanksi hukum, namun sesuai pasal 95 ayat 4 UU Hak Cipta untuk melakukan mediasi terlebih dahulu.
“Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, tapi bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” ujarnya.