KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, mengungkapkan kekhawatiran terkait kebocoran data pribadi yang kerap terjadi di instansi pemerintah.
Ardi mengatakan, data pribadi seperti nama lengkap, nomor NIK, nomor NPWP, hingga nama ibu kandung menjadi pintu masuk bagi pelaku kejahatan siber untuk mengeksplorasi identitas seseorang.
"Masyarakat kita belum terbiasa dengan konsep perlindungan data. Mereka merasa biasa saja, padahal data pribadi itu ibarat pakaian yang kini dilucuti hingga telanjang. Ini sangat berbahaya,” ujar Ardi kepada Poskota, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Salah satu contoh tindak kejahatan siber adalah kasus pembobolan rekening bank lewat nomor ponsel yang dialami oleh wartawan senior Ilham Bintang.
Baca Juga: Disdukcapil Sebut Isu Kebocoran Data 500 Ribu Warga Jaktim Hoaks
Data pribadi miliknya, NIK dimanfaatkan untuk membuat identitas palsu. Kemudian identitas palsu tersebut digunakan untuk mengakses rekening bank atau mendapatkan keuntungan finansial secara ilegal.
“Hanya bermodalkan identitas, pelaku bisa membuat kerugian besar. Apalagi dengan kemajuan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), data tersebut dapat dengan mudah disalahgunakan," ucap Ardi.
Ardi menilai, Indonesia masih rentan terhadap serangan siber. Dalam kurun waktu satu tahun, jumlah serangan siber meningkat signifikan, menunjukkan ketidakberdayaan menghadapi perkembangan teknologi yang masif.
Salah satu penyebabnya adalah kesenjangan talenta dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pengalaman memadai dalam keamanan siber.
“SDM kita terbatas, yang punya jam terbang juga sedikit, sementara ancaman semakin kompleks,” kata Ardi.
Salah satu contoh adalah kasus kebocoran data pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada 2024.
Padahal, teknologi yang digunakan cukup canggih tapi tetap gagal mencegah serangan. Kata dia, kasus PDNS tersebut membuktikan bahwa teknologi saja tidak cukup andal tanpa SDM yang mumpuni.
"Ancaman sebenarnya ada di bawah permukaan, dan tanpa SDM yang terlatih untuk memahami situasi ini, kita tidak akan bisa mendeteksi masalahnya,” jelas Ardi.
Selain SDM, Ardi menekankan pentingnya kepemimpinan dalam organisasi atau lembaga yang menangani data masyarakat. Ia menilai bahwa kepekaan pimpinan terhadap perlindungan data menjadi faktor penentu dalam mencegah insiden kebocoran.
“Kalau pimpinan tidak peka terhadap pentingnya menjaga data, kebocoran data akan terus terjadi, hampir setiap hari,” ucap Ardi.
Selanjutnya untuk mengatasi masalah ini, Ardi menyarankan pemerintah untuk fokus pada peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan intensif. Kemudian instansi pemerintah juga perlu membangun budaya yang peduli terhadap keamanan data.
“Teknologi bisa dibeli, tapi tanpa SDM yang handal dan kepemimpinan yang peka, kita tidak akan maju,” ucap Ardi.