GAMBIR, POSKOTA.CO.ID - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, menjelaskan alasan di balik penundaan pengalokasian dana pokok pikiran (pokir) anggota dewan dalam penyusunan APBD DKI Jakarta tahun 2026.
Ia menegaskan bahwa keputusan ini diambil atas dasar kehati-hatian dan pertimbangan hukum, agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.
“Berdasarkan hasil rapat pimpinan pekan lalu, sebelum pembahasan KUA-PPAS 2026 dimulai, diputuskan bahwa DKI Jakarta tidak menerapkan pokir,” ucap Baco kepada awak media, Kamis, 7 Agustus 2025.
Baco menambahkan, keputusan ini diumumkan secara terbuka untuk mencegah kebingungan, baik di kalangan anggota dewan maupun masyarakat.
“Saya umumkan supaya anggota enggak bertanya-tanya, warga juga enggak bertanya-tanya. Jadi clear, tidak ada pokir,” ujar dia.
Baca Juga: Pasar Ikan Hias Gunung Sahari Sepi, DPRD Jakarta Dorong Revitalisasi dan Diskon Retribusi
Meski demikian, Baco menekankan bahwa pokir bukanlah hal yang dilarang. Menurutnya, pokir merupakan bagian sah dari proses legislasi yang diatur dalam berbagai regulasi, seperti:
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Tata Tertib DPRD, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Daerah.
“Pokir adalah hasil dari kunjungan, kajian, dan diskusi dewan dengan masyarakat di daerah pemilihan masing-masing,” kata Baco.
Kendati demikian, Baco mengatakan, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan penyimpangan dalam pelaksanaan, untuk sementara DPRD DKI memilih tidak mengusulkan pokir hingga skema hukumnya aman.
“Ini sedang kami pikirkan, sambil mencari format terbaik,” ujar Sekretaris DPD Partai Golkar DKI Jakarta itu.
Baco pun optimistis bahwa pada 2027 skema pokir dapat kembali diterapkan, usai kajian dan pendampingan bersama aparat penegak hukum (APH) rampung.
“Sabar sedikit, InsyaAllah tahun 2027 akan kami wujudkan, setelah kajiannya, konsepnya sama pendampingan Aparat Penegak Hukum (APH) selesai,” ucap Baco.
Baco menjelaskan bahwa TAPD DKI Jakarta diminta menyiapkan struktur kegiatan berupa rumah anggaran dalam KUA-PPAS, agar anggota dewan bisa tetap menyampaikan usulan dari konstituen.
Baca Juga: Komisi A DPRD Jakarta Dorong Pemprov DKI Bangun Pos Damkar di Kembangan Jakbar
“Sekarang pimpinan dewan mengarahkan para ketua komisi agar memberi kewenangan luas kepada semua anggota. Mereka dapat memasukkan aspirasinya di komisi masing-masing, di semua dinas yang ada eksekutif juga disampaikan bahwa siapkan semua rumah," kata Baco.
Selanjutnya, Baco menyinggung dampak politik dari tidak adanya pokir dalam lima tahun terakhir. Ia mengungkapkan bahwa tingkat keterpilihan anggota DPRD DKI Jakarta menurun drastis.
“Teman-teman dewan akhirnya tidak banyak bisa berperan sehingga tinggal keterpilihannya 50 persen. Karena selama 5 tahun enggak ada pokir, keterpilihannya 50 persen," ucap Baco.
Sebagai informasi, dana pokir pernah diajukan dalam RAPBD 2015 dengan nilai mencapai Rp8,8 triliun, namun dicoret oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ia menilai pokir tidak efisien dan tidak substantif, bahkan menyisipkan kritik tajam dengan mengganti catatan anggaran pokir menjadi “Pemahaman nenek lu” dan saat itu Ahok merasa anggaran pokir tidak substansial. (CR-4)