Situasi pedagang Lokasi Sementara (Loksem) Bursa Ikan Hias Kartini, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Agustus 2025. (Sumber: Poskota/Muhammad Tegar Jihad)

JAKARTA RAYA

Pedagang Ikan Hias di Gunung Sahari Jakpus, Bertahan Meski Persaingan Ketat

Rabu 06 Agu 2025, 16:27 WIB

KEMAYORAN, POSKOTA.CO.ID - Tidak ada suara riuh tawar-menawar pembeli dan pedagang di Lokasi Sementara (Loksem) Bursa Ikan Hias Kartini, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Agustus 2025.

Sejumlah pedagang hanya terlihat sedang membersihkan akuarium dari lumut. Di sisi lain, segelintir pedagang hanya terlihat saling bercengkrama dengan sesama penjual lain.

Yon, 45 tahun, mengaku dipindahkan ke Bursa Ikan Hias Kartini saat Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Sejak saat itu, omzet penjualannya berkurang drastis.

"Kalau omset, nggak jelas. Seminggu kadang kosong, seringnya pulang nggak bawa duit," kata Yon saat diwawancarai Poskota, Rabu, 6 Agustus 2025.

Baca Juga: FPPJ: Relokasi Pasar Barito demi Penataan Kawasan dan Ruang Publik

Yon menyatakan, ikan-ikan yang ia jual bermacam-macam, mulai dari guppy seharga Rp2.000 hingga arwana yang harganya jauh lebih mahal. Sayangnya, ikan mahal seperti arwana kini sudah jarang terlihat di kios-kiosm karena sepinya minat pembeli.

"Kita belanja ikan biasanya di Jatinegara, kalau ada modal lebih baru ke Parung. Tapi ya, jualan juga nggak tentu ada yang beli," ujarnya.

Ia merasa kalah bersaing dengan pedagang-pedagang di Pasar Ikan Hias Jatinegara yang kini lebih ramai dan menawarkan harga jauh lebih murah.

Banyak di antaranya berdagang tanpa retribusi resmi, berbeda dengan di Loksem Gunung Sahari yang setiap kiosnya dibebankan biaya retribusi sekitar Rp150.000 per bulan.

Baca Juga: Asus Zenfone Meredup, Asus Gagal Adaptasi? Ini Penyebab Dominasi Pasar Bergeser ke Merek Lain

"Masalahnya, udah lama kita nggak bisa bayar (retribusi), karena nggak ada pemasukan," ucap dia.

Lebih lanjut, ia berharap ada perhatian dari pemerintah, terutama soal bantuan permodalan dan keringanan retribusi.

"Kalau bisa sih dibantu. Sekarang pemasukan nggak ada, tapi retribusi tetap jalan. Gimana bisa bertahan?" tuturnya.

Hal senada diungkapkan Tabrani, 46 tahun, yang sehari-hari juga menjajakan ikan hias di tempat yang sama, mengeluhkan hal serupa.

Baca Juga: Saham GOTO Diborong Asing! Danantara Bidik Investasi Strategis, Pasar Langsung Meroket

Sebelumnya, ia bisa meraup omzet hingga Rp1-2 juta per hari. Jangankan untung, kini untuk makan sehari-hari saja sering harus berhemat.

"Sehari paling dapat Rp100.000–Rp200.000. Itu pun nggak tentu. Kadang laku hari ini, besok nggak ada pembeli sama sekali," ucap Tabrani.

Tabrani mengambil stok ikannya dari Parung, tempat yang memang jadi pusat grosir ikan hias bagi para pedagang. Namun, minimnya permodalan membuat ia tidak bisa membeli dalam jumlah banyak.

"Kalau saya ini ngambil ikannya di Parung gitu, kalau Parung itu khusus pedagang, karena satu kantong itu banyak gitu kantong itu isinya puluhan ikan, 100 gitu juga kita ngambil 50 saya di sana kalau ngambil 100 ribu, 200 ribu, 300 ribu, jadi saya melihat juga di sana emang khusus buat pedagang gitu," kata dia.

Baca Juga: Dinas PPKUKM Jakarta Sebut Pedagang Pasar Barito Memang Sudah Harus Pindah

Ikan-ikan yang ia jual bervariasi, mulai dari Rp1.500 hingga ratusan ribu. Tapi sepi pengunjung membuat omzet semakin menurun drastis.

"Ikan paling murah 1.500, paling mahal bisa 100 ribu, 200 ribu," ujarnya. (CR-4)

Tags:
pedagangJakarta PusatBursa Ikan Hias Kartini

Tim Poskota

Reporter

Febrian Hafizh Muchtamar

Editor