POSKOTA.CO.ID - Di era Kurikulum Merdeka 2025, metode pembelajaran konvensional seperti ceramah dan hafalan dinilai tidak lagi memadai untuk mempersiapkan siswa menghadapi kompleksitas dunia nyata.
Sebagai solusi, experiential learning (pembelajaran berbasis pengalaman) muncul sebagai pendekatan utama yang diadopsi sekolah-sekolah progresif di Indonesia.
Yang menarik, tahun ini mencatat tren kolaborasi antarguru lintas mata pelajaran dalam menerapkan metode ini. sebuah terobosan yang dinilai mampu memperkuat pemahaman holistik siswa.
Tiga Tahap Kunci Kolaborasi Experiential Learning
Berdasarkan panduan terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), berikut strategi efektif penerapan experiential learning kolaboratif yang telah diuji di 50 sekolah percontohan:
- Perencanaan Bersama (Co-Planning): Membangun Fondasi Kolaborasi
Tahap ini menentukan 70 persen keberhasilan proyek. Guru dari berbagai disiplin ilmu harus merancang aktivitas yang saling terintegrasi:
- Pemilihan Tema Kontekstual: Misalnya, proyek “Revitalisasi Pasar Tradisional” melibatkan:
- Ekonomi: Analisis rantai pasok.
- Sosiologi: Dampak modernisasi pada pedagang.
- Seni: Desain kampanye digital.
- Biologi: Studi higienitas makanan.
Teknologi Pendukung: Platform kolaborasi seperti Google Workspace for Education atau Notion digunakan untuk menyinkronkan rencana pembelajaran.
Baca Juga: Link Cek Bantuan Insentif Guru Non ASN di Info GTK, Segini Nominal Subsidi yang Didapat
- Pelaksanaan Kolaboratif: Siswa sebagai Aktor Utama
Guru beralih peran dari instructor menjadi facilitator:
- Proyek Lapangan: Kunjungan ke lokasi nyata (contoh: pabrik daur ulang, pusat riset) didukung oleh kerja sama dengan mitra industri.
- Student-Driven Learning: Siswa diberi kebebasan merancang solusi. Di SMKN 2 Bandung, misalnya, tim siswa menciptakan filter air sederhana setelah mempelajari pencemaran sungai.
- Umpan Balik Real-Time: Aplikasi seperti Padlet atau Mentimeter digunakan untuk merekam refleksi harian siswa.
- Refleksi dan Evaluasi: Menghubungkan Pengalaman dengan Teori
Tahap krusial yang sering terlewatkan:
- Refleksi Multidimensi: Guru menggunakan teknik “thinking cloud” untuk memetakan hubungan antardisiplin ilmu.
- Penilaian Holistik: Tidak hanya hasil akhir, tetapi juga proses (keterampilan 4C: critical thinking, creativity, collaboration, communication).
- Portofolio Digital: Setiap siswa membuat presentasi interaktif berbasis Canva atau Spark Video sebagai bukti belajar.
Baca Juga: Pengumuman Kelulusan PPG Guru Tertentu 2025: Arti Kode 'Tidak Lulus' dan Solusinya
Dampak dan Tantangan
Data awal menunjukkan peningkatan 30 persen keterlibatan siswa dan 25 persen pemahaman konsep multidisiplin. Namun, tantangan seperti alokasi waktu dan kesiapan guru masih menjadi kendala.
Masa Depan Experiential Learning
Tahun 2025 diprediksi sebagai tahun percepatan adopi metode ini, didukung oleh kebijakan Merdeka Belajar dan dana pemerintah untuk pelatihan guru.
Para ahli menekankan perlunya assessment framework yang lebih adaptif serta integrasi AI tools untuk analisis data pembelajaran.
Experiential learning kolaboratif bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan di era disrupsi. Dengan sinergi antarguru, pembelajaran tak lagi terbatas di kelas, tetapi menjadi laboratorium kehidupan yang mempersiapkan generasi masa depan.1