Sejumlah warga sedang menunggu angkot di sekitar Stasiun Bekasi pada Senin, 4 Agustus 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Nurpini Aulia Rapika)

JAKARTA RAYA

Biaya Transportasi Kian Mencekik, Warga Bekasi Bingung Antara Nabung Beli Motor atau Tetap Naik Umum

Senin 04 Agu 2025, 19:03 WIB

BEKASI, POSKOTA.CO.ID - Biaya transportasi di Kota Bekasi yang disebut-sebut tertinggi di Indonesia semakin dirasakan dampaknya oleh warga, terutama mereka yang belum memiliki kendaraan pribadi.

Sejumlah warga mengaku, bingung harus memilih antara terus mengandalkan transportasi umum yang kurang menjangkau seluruh area, atau menyisihkan pendapatan untuk membeli kendaraan pribadi, seperti sepeda motor agar lebih hemat dalam jangka panjang.

Nanda Rifani, 32 tahun, warga Margahayu, Kota Bekasi, yang bekerja di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Cerita Pejuang Rupiah asal Bekasi, Kurang Piknik karena Gaji Habis untuk Transportasi

Setiap hari, ia menggunakan KRL dari Stasiun Bekasi, lalu melanjutkan perjalanan dengan ojek online. Biaya transportasi bulanannya bisa menyentuh hampir satu juta rupiah.

"Kalau dihitung-hitung memang berat, ya. Untuk top up kartu kereta dan ongkos ojek online saja bisa habis Rp1 juta sebulan," ujar Nanda saat ditemui usai turun dari KRL di Stasiun Bekasi, Senin, 4 Agustus 2025.

"Kalau mau nabung beli motor, ya pengeluaran harus ditekan, dan harus beralih memikirkan biaya bensin dan parkir," katanya.

Nanda mengaku, sempat mempertimbangkan membeli sepeda motor, namun biaya hidup dan cicilan lain membuatnya harus menunda.

“Satu sisi, punya motor bisa lebih hemat buat jangka panjang. Tapi di sisi lain, saya pikir, macetnya Jakarta juga bikin naik motor malah makin stres. Belum lagi biaya bensin, parkir, dan risiko keamanan,” jelasnya.

Senada disampaikan Annisa Fitri, 25 tahun, warga Bekasi Timur, yang sehari-harinya menggunakan kereta untuk menuju tempatnya mengajar di wilayah Jakarta Timur. Ia belum memiliki kendaraan pribadi dan bergantung sepenuhnya pada transportasi publik.

“Naik kereta lumayan hemat dibanding ojek online. Tapi tetap saja, ongkos dari rumah ke stasiun, lalu lanjut jalan kaki atau naik angkutan ke sekolah itu, memakan waktu dan biaya. Belum lagi kalau macet dan hujan, makin repot,” kata Annisa.

Annisa mengaku, ingin membeli motor agar mobilitasnya lebih cepat dan fleksibel. Namun, dengan gaji sebagai guru honorer, ia belum berani mengambil cicilan kendaraan.

“Saya masih mikir-mikir, kalau semua uang ditabung untuk beli motor, nanti ongkos harian bagaimana? Tapi kalau terus naik umum juga berat di kantong. Jadi serba salah,” tuturnya.

Baca Juga: Biaya Transportasi Bekasi Tertinggi se-Indonesia, Wali Kota Janji Tambah Angkutan Umum

Kendati mahal, baik Nanda maupun Annisa mengakui transportasi umum tetap punya sejumlah keunggulan. Ongkos KRL masih tergolong murah dibandingkan bahan bakar kendaraan pribadi. Selain itu, penggunaan transportasi umum mengurangi stres menghadapi kemacetan, dan lebih ramah lingkungan.

Di sisi lain, kurangnya akses angkutan penghubung dari permukiman menuju stasiun atau halte menjadi keluhan utama.

Mereka sering kali harus menambah ongkos untuk ojek online atau berjalan cukup jauh. Fasilitas yang belum merata ini membuat transportasi publik terasa tidak efisien bagi sebagian warga.

"Kalau bisa naik kereta dari depan rumah langsung ke tempat kerja sih enak ya. Tapi faktanya kan enggak gitu. Harus ojek dulu ke stasiun, baru naik kereta, lanjut lagi. Capek juga," ucapnya.

Mereka berharap Pemerintah Kota Bekasi dapat memperbanyak akses angkutan pengumpan (feeder) dan memperluas jangkauan rute transportasi massal agar warga tidak terus-terusan terbebani ongkos besar.

“Semoga ke depan lebih banyak akses langsung ke perumahan-perumahan. Supaya warga enggak mikir dua kali untuk tetap pakai transportasi umum,” pungkas Annisa. (CR-3)

Tags:
ongkos transportasiJakartakebutuhan hidub di jabodetabekJabodetabek Bekasibiaya transportasi umum tinggi

Tim Poskota

Reporter

Mohamad Taufik

Editor