POSKOTA.CO.ID – Investor Timothy Ronald menyoroti pentingnya indikator return on capital sebagai salah satu ukuran utama dalam menganalisis kinerja bisnis.
Hal ini ia sampaikan dalam sebuah sesi edukasi keuangan, membahas bagaimana perusahaan memanfaatkan modal untuk menghasilkan keuntungan secara efisien.
“Fundamental yang kedua, ya, dalam gua bisa melihat sebuah bisnis dan gua menganalisa bisnis gua sendiri, yaitu return on capital. Ini adalah ukuran seberapa bagus perusahaan itu menggunakan kapital yang dimilikinya untuk menghasilkan keuntungan lebih lagi, sederhananya itu,” ujar Timothy.
Menurutnya, indikator ini dapat memberikan gambaran jelas tentang efisiensi penggunaan modal sebuah perusahaan.
Baca Juga: Investor Timothy Ronald Bongkar Strategi Membangun Bisnis, Simak Penjelasannya
Ia menjelaskan bahwa dalam menilai profitabilitas dari return on capital, ada dua metrik utama yang menjadi fokusnya, meskipun terdapat berbagai cara lain dalam pengukuran tersebut.
“Nah, dalam melihat profitabilitas return on capital ini, ada dua yang gua paling suka untuk ukur. Sebenarnya ada banyak cara, cuma ini yang gua pribadi paling suka,” kata Timothy.
Salah satu pendekatan yang ia tekankan adalah terkait intensitas aset, atau sejauh mana bisnis bergantung pada kepemilikan aset fisik seperti properti.
Ia menyebut bahwa bisnis dengan kebutuhan aset yang tinggi cenderung memiliki pertumbuhan modal (capital expenditure atau capex) yang mahal, yang pada akhirnya bisa mengurangi daya tarik investasi.
Baca Juga: Waspada Perubahan Global 2030! Ini Cara Timothy Ronald Mempersiapkan Diri Agar Tak Menyesal
“Contohnya lu punya restoran, tapi lu beli semua tanahnya, ya lu bangun semuanya. Itu kan jadi mahal tuh growth capex-nya, tuh jadi mahal. Itu bukanlah bisnis yang seksi,” jelasnya.
Timothy menggarisbawahi bahwa model bisnis yang lebih menarik adalah yang bersifat asset-light, yaitu tidak mengandalkan kepemilikan aset secara langsung, melainkan lebih fokus pada efisiensi operasional. Ia mencontohkan Domino’s Pizza sebagai ilustrasi nyata dari pendekatan tersebut.
“Bisnis yang paling seksi kalau bisa tanahnya lu kerja sama sama orang, lu tidak memiliki tanahnya, lu cuma bangun doang terus lu bisa mulai jualan,” ujarnya.
“Nah, ini disebut dengan bisnis yang asset light. Contohnya seperti Domino’s Pizza. Ya, lu kalau lihat sahamnya Domino’s Pizza itu terbangnya tinggi sekali. Kenapa? Karena dia pakai sistem franchise, dia sangat asset light.”
Model bisnis franchise seperti yang diterapkan Domino’s Pizza dinilai memberikan fleksibilitas ekspansi yang lebih tinggi dan risiko operasional yang lebih rendah, terutama karena perusahaan tidak harus menanggung beban kepemilikan aset tetap secara langsung.