POSKOTA.CO.ID – Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan intensitas tinggi dalam lawatan luar negerinya sebagai bagian dari upaya meningkatkan profil Indonesia di mata dunia internasional dan menarik minat investasi asing.
Namun, berdasarkan pengamatan sejumlah analis, langkah tersebut dinilai belum cukup untuk menahan arus modal keluar atau capital outflow yang cukup signifikan.
Jurnalis senior Hersubeno Arief menyatakan bahwa meskipun diplomasi luar negeri menjadi prioritas, akar persoalan justru terletak pada kondisi politik dalam negeri yang belum tertata.
“Tampaknya ini tidak cukup hanya dengan intensitas perjalanan ke luar negeri yang tinggi, tapi justru yang jadi soal itu adalah dinamika politik dalam negeri yang harus dirapikan,” kata Hersubeno dalam perbincangan bersama pengamat politik Rocky Gerung, dikutip dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official.
Rocky Gerung menilai bahwa pasar telah mengirimkan sinyal ketidakpercayaan terhadap situasi politik nasional. Dalam pekan terakhir, terjadi aliran modal keluar yang mencapai lebih dari triliunan dari pasar keuangan Indonesia.
Menurutnya, ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap ketidakstabilan politik dan ketidakpastian hukum.
“Kendati dia (angka capital outflow) mungkin terlalu kecil sebagai pembanding, tapi faktanya dalam minggu ini sudah berapa, 11, 11, apa, 17 triliun capital outflow itu asing keluar dari pasar. Itu sinyal bahwa ada ketidakpercayaan investor terhadap kondisi politik,” ujar Rocky.
Ia juga menyoroti persepsi internasional terhadap perlakuan negara terhadap tokoh seperti Thomas Lembong, yang dianggap sebagai indikasi lemahnya keadilan dan potensi ancaman terhadap investasi.
Baca Juga: Rincian Harta Kekayaan Prabowo Subianto Capai Rp2,06 Triliun Berdasarkan LHKPN Terbaru
“Kalau Tom Lembong saja bisa dipersekusi oleh kekuasaan dan ketidakadilan itu ada di situ, bagaimana mereka hendak menjaminkan investasi kami itu akan sehat di waktu yang akan datang?” ujarnya.
Menurut Rocky, banyak investor kini memilih menunggu dan mengamati perkembangan dari luar, seperti dari Singapura, sembari menanti kepastian arah kebijakan ekonomi dan politik dalam negeri.
Presiden Prabowo dinilai tengah berada dalam posisi sulit karena harus menyeimbangkan antara membangun kepercayaan internasional dan menyelesaikan dinamika politik dalam negeri, seperti isu ijazah Presiden Joko Widodo serta berbagai konflik internal.
“Pak Prabowo mulai ada dalam kesulitan, yaitu meyakinkan publik internasional, pada saat yang sama harus menghadapi dinamika politik di dalam negeri,” tambahnya.
Lebih jauh, Rocky menyebut bahwa sebagai figur yang terlatih dalam berpikir strategis, Presiden Prabowo kemungkinan tengah menunggu momen yang tepat untuk menunjukkan kendali penuh atas pemerintahan.
“Sebagai seorang yang terlatih dalam cara berpikir strategis, tentu Pak Prabowo sebagai Presiden menunggu momen-momen untuk memungkinkan dia menyatakan diri: 'Bagi saya, presiden, saya memegang kendali, saya otentik, saya tidak akan diganggu oleh siapapun, dan saya tidak ingin mengganggu siapapun',” jelasnya.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa ketidakpastian waktu untuk mengambil langkah-langkah penting, seperti reshuffle kabinet, dapat memperburuk kegelisahan publik dan pelaku pasar. “Orang bertanya, kapan itu akan dilakukan? Orang ingin pastikan kapan, misalnya, ada reshuffle kabinet?”