KRAMAT JATI, POSKOTA.CO.ID - Suasana sepi menyelimuti Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Dulu, pasar ini menjadi tempat perputaran ekonomi, tetapi tidak kini tidak seramai dulu.
“Saya dagang di sini udah 8 bulan. Ini lantai 2 kan udah lama kosong. Lantai 1 ini cuma untuk dagang thrifting doang,” kata Nida, 56 tahun, pedagang pakaian bekas di lantai 2 pasar kepada Poskota, Kamis, 24 Juli 2025.
Nida yang sudah berjualan selama delapan bulan mengaku, penjualannya berkurang meski ada beberapa pembeli.
“Alhamdulillah pembeli ada aja, cuman makin ke sini makin kerucut. Omzet sebelum sepi bisa sejuta lebih, sekarang udah ngerucut, paling 300 sampe 400. Sekarang kadang-kadang ada aja pembeli,” tuturnya.
Baca Juga: Mulai Rp1,3 Jutaan! Vivo Gebrak Pasar Smartphone dengan Rilis Terbaru Juli 2025
Tak hanya itu, ia juga pernah merasakan sepi pembeli dalam waktu berhari-hari.
“Pernah nggak ada pembeli sampai empat hari, tiga hari gitu. Pernah,” katanya sambil tersenyum pahit.
Meski begitu, ia memilih tetap bertahan. Harga sewa kios pun sudah diturunkan pengelola pasar sebagai bentuk dukungan kepada para pedagang.
“Harga sewa udah diturunin, sebulan sejuta. Satu tempat ini kan dua kotak, jadinya dua juta,” ujarnya.
Baca Juga: Digitalisasi Pasar di Jakarta Diharapkan Dongkrak Pendapatan Pedagang
Hal senada dirasakan Dharman 50 tahun, seorang pedagang tekstil yang juga tetap bertahan meski omzet berkurang drastis.
“Ya lumayan sih, beneran. Omzet ini juga yang beli kalau ada langganan aja. Iya, langganan-langganan doang. Masih bertahan,” ucap dia.
Omzet penjualan tekstil di lapak Dharman bisa mencapai Rp10 juta. Pendapatannya berkurang derastis hingga separuh.
“Sebelum sepi nyampe kisaran 10 juta. Sekarang turun 50% ada. Soalnya kita juga harus ke tempat juga, ngantar ke pembeli. Kalau nggak gitu ya ketinggalan juga,” ujarnya.
Baca Juga: Sampah Menumpuk di Pasar Panorama Lembang, DLH KBB Dinilai Inkonsisten
Untuk menjaga relasi dengan pelanggan, ia harus turun langsung mengantar kain ke tempat pembeli. Menurutnya, itu adalah cara agar tetap bertahan di tengah kompetisi dan perubahan kebiasaan belanja.
“Textile ya kalau di sini ya masih ada pembeli. Satu atau dua. Ya kita juga harus ke tempat juga nganter. Mau nggak mau kan kita juga harus ngikutin juga si pelanggan,” katanya.
Dharman hanya melayani dua hingga tiga pelanggan. Sebelumnya, sepuluh pelanggan bisa berbelanja di lapaknya per hari.
“Sehari sebelum sepi ada 10 pelanggan, sekarang 2 atau 3. Masih ada pelanggan,” ujar dia.
Baca Juga: Bangunan Baru Pasar Anyar Tangerang Capai 95 Persen, Suasana Dagang Mulai Hidup
Ia menjual kain dengan harga bervariasi, tergantung jenis dan kualitas bahannya.
“Harga bervariasi. Paling mahal yang 400-an, paling murah ada 50 (ribu), ada 30 (ribu), tergantung dari bahannya juga,” katanya.
Saripah, 35 tahun, pengunjung turut merasakan sepi. Menurutnya, minim pengunjung tidak lepas dari fitur berbelanja online yang sudah disediakan beberapa aplikator.
"Merasa sih sepi, karena kan dulu pas saya sama ibu saya belanja di sini itu rame orang dari mana-mana datang, sekarang kayak sepi gitu, ya mungkin kalah kali ama online ya. kan orang lebih milih belanja online gampang gitu nggak perlu repot-repot keluar rumah," ujarnya.
Baca Juga: Daya Beli Lesu, PAD Pasar Tradisional di Pandeglang Seret
Ibu dua anak itu berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta membuat gebrakan supaya pusat perbelanjaan tersebut lebih ramai seperti sedia kala.
"Ya harapannya sih bisa rame aja sih ini pasar gitu,entah dari buat apa acara-acara gitu atau itu di lantai 1 eh lantai 2 itu dibuat tempat apa gitu itu sih pokoknya harapannya biar rame aja lah," ucapnya. (CR-4)