KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Sebanyak 25 distributor dan produsen terkait akan diperiksa atas dugaan praktik pengoplosan beras serta menjual beras dengan takaran di bawah ketentuan.
“Ada yang diduga mengoplos, ada juga yang beratnya tidak sesuai dengan keterangan di kemasan. Kami bekerja sama dengan Kementan untuk melakukan pengecekan laboratorium. Progresnya masih berlangsung,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, kepada awak media, Kamis, 17 Juli 2025.
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman menegaskan, pihaknya tidak akan mentolerir pelanggaran dalam distribusi beras. Ia meminta seluruh pelaku usaha segera menyesuaikan diri dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
"Ya beras oplosan semua kami minta segera menyesuaikan dengan regulasi yang ada di republik ini,” ucapnya.
Baca Juga: Waspada! Beras Oplosan Beredar di Pasaran: Ini Ciri-ciri dan Efek Fatal Konsumsi Jangka Panjang
Amran juga menyampaikan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Satgas Pangan Polri untuk mengusut kasus beras oplosan tersebut. Setidaknya pihaknya telah mengirimkan daftar 212 merek beras yang tidak memenuhi standar takaran. Ia berharap tidak ada lagi pelanggaran serupa.
“Mudah-mudahan semua sudah sadar dan menyesuaikan dengan regulasi yang ada,” tuturnya.
Menurutnya, pemeriksaan dan pengawasan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi konsumen serta menjaga kualitas pangan di Indonesia. sementara itu, 85 persen beras premium yang dijual dengan harga tidak sesuai kualitas ditemukan.
Pakar Sebut Beras Oplosan Wajar
Pengamat Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santoso, menyoroti isu adanya produsen besar yang melakukan pengoplosan beras premium. Setidaknya ada 212 merek beras yang diduga dioplos dan sedang ditangani oleh Satgas Pangan Polri bersama Kementan.
Baca Juga: Heboh Beras Oplosan, Pengamat IPB: Praktik Lumrah, asal tidak Tipu Konsumen
"Praktik mengoplos beras sudah menjadi hal lumrah di kalangan pedagang. Di toko-toko beras, harga bervariasi, mulai dari Rp9.000 hingga di atas Rp15.000 per liter, untuk membuat harga lebih terjangkau, pedagang sering mencampur beras berkualitas tinggi dengan beras yang lebih murah atau menir,” tuturnya.
Selain penyesuaian harga, pencampuran juga bisa dilakukan untuk menyeimbangkan rasa. Ia menegaskan, praktik pengoplosan tidak selalu merusak kualitas, melainkan bergantung pada jenis pencampuran.
“Kalau oplosan antar kualitas, misalnya beras premium seperti Inpari 32 atau Mekongga dicampur karena memiliki karakteristik serupa, itu tidak masalah. Bahkan menir pun bukan barang asing, itu tetap beras,” ucapnya.
Ia menilai isu oplosan kerap disalahartikan, terutama ketika dikaitkan dengan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Dwi menepis narasi bahwa beras SPHP, yang dikemas dalam 5 atau 10 kg, dioplos untuk merugikan negara.
Baca Juga: Pengamat Sebut Dugaan Legislator Main Beras Oplosan Harus Diusut
“SPHP hanya 180 ribu ton, dan kemasannya sudah jelas. Sulit rasanya untuk membongkar dan mengoplosnya. Isu ini seolah dibesar-besarkan,” kata Dwi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI).