Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Sumber: Dok/Kemenkeu RI)

NEWS

Kemenkeu Usul Cukai pada Produk Pangan Olahan Bernatrium, Apa Dampaknya bagi Konsumen?

Kamis 17 Jul 2025, 08:10 WIB

POSKOTA.CO.ID - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana memperluas cakupan barang kena cukai dengan menyasar Produk Pangan Olahan Bernatrium (P2OB), termasuk makanan ringan dalam kemasan.

Kebijakan ini merupakan bagian dari Rencana Kerja Pengelolaan Penerimaan Negara Tahun Anggaran 2026 yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara secara berkeadilan.

Tak hanya sekadar menambah pemasukan, langkah ini juga diarahkan untuk mengendalikan konsumsi garam berlebih di masyarakat.

Pasalnya, tingginya kadar natrium dalam makanan olahan kerap dikaitkan dengan risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi dan gangguan jantung.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Kenakan Tarif Pajak untuk Pengguna Media Sosial

Ekspansi Barang Kena Cukai untuk Kesehatan Masyarakat

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menegaskan bahwa perluasan objek cukai ini merupakan bagian dari strategi fiskal yang berorientasi pada kesehatan publik.

“Rekomendasi kepada ekspansi barang-barang kena cukai,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin, 14 Juli 2025.

Rencana ini sejalan dengan kajian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sejak 2024, yang menilai tingginya konsumsi natrium dalam makanan olahan berkontribusi pada risiko penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi dan gangguan jantung.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC, Iyan Rubiyanto, sebelumnya menyatakan, “Olahan bernatrium masuk dalam program GGL (gula, garam, lemak) di RPJMN Bappenas. Ini terkait penyakit yang lebih berbahaya daripada penyakit menular karena dikonsumsi rutin tanpa disadari.”

Baca Juga: Bareskrim Polri Mengungkap Praktik Pengoplosan Beras Premium Skala Besar: Ini Daftar 4 Perusahaan Besar dan Merk yang Terindikasi

Mekanisme Pengenaan Cukai: Batas Natrium Jadi Kunci

Ekonom Nailul Huda dari Celios menjelaskan bahwa cukai biasanya dikenakan pada barang dengan eksternalitas negatif, seperti biaya kesehatan akibat konsumsi berlebihan.

“Produk pangan olahan bernatrium tampaknya bisa menjadi salah satu barang perluasan cukai. Penyakit darah tinggi banyak disebabkan oleh produk ini,” katanya.

Ia menambahkan, skema pengenaan cukai kemungkinan akan menerapkan tarif berbeda berdasarkan kadar natrium.

“Tidak serta-merta semua produk bernatrium kena cukai tinggi, tapi harus ada pengaturan kandungannya. Produk dengan natrium lebih tinggi akan dikenakan cukai lebih besar,” jelasnya.

Baca Juga: Larangan Second Account! DPR Usulkan 1 Orang 1 Akun Medsos

Dampak pada Industri

Kebijakan ini diprediksi memengaruhi industri makanan dan minuman (mamin), terutama produsen snack kemasan. Namun, Huda meyakini pelaku usaha bisa beradaptasi dengan reformulasi produk rendah natrium.

“Industri memang akan tertekan, tetapi perusahaan yang mampu menyesuaikan diri tetap akan mendapatkan permintaan tinggi,” ujarnya.

Selain P2OB, pemerintah juga masih mengkaji cukai untuk plastik, BBM, minuman berpemanis (MBDK), serta pengalihan PPnBM kendaraan bermotor ke skema cukai. Langkah ini menunjukkan integrasi kebijakan fiskal dengan agenda kesehatan dan lingkungan.

Sebelumnya, wacana cukai MBDK pada 2024 lalu sempat memicu pro-kontra. Kini, rencana cukai snack kemasan diperkirakan akan menghadapi resistensi serupa, terutama dari kalangan industri. Namun, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini akan dikaji matang, termasuk dampak ekonomi dan sosialnya.

“Kami ingin penerimaan negara optimal, tetapi juga mendorong gaya hidup sehat,” tegas Anggito. Hasil kajian DJBC dan masukan dari pakar akan menjadi dasar penyusunan regulasi lebih lanjut.

Tags:
perluasan objek cukaiMBDKmaminkonsumsi garammakanan ringan dalam kemasanProduk Pangan Olahan BernatriumP2OBKemenkeu

Aldi Harlanda Irawan

Reporter

Aldi Harlanda Irawan

Editor