POSKOTA.CO.ID - Di tengah skeptisisme sebagian masyarakat terhadap generasi muda, nama Sahdan Arya Maulana muncul sebagai pengecualian mencolok. Sosok berusia 19 tahun ini viral setelah aksinya turun langsung memperbaiki jalan rusak di kawasan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, menjadi perbincangan hangat publik.
Bukan hanya karena keberanian mengambil tanggung jawab di usia belia, tetapi juga karena langkah konkret yang diambil bersama rekan-rekannya. Di saat banyak orang lebih memilih menunggu kebijakan pemerintah, Arya memilih jalan lain: bertindak.
Perspektif unik dari fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran paradigma. Di era informasi dan media sosial, generasi muda semakin tak sabar terhadap proses birokrasi lambat. Mereka menganggap perubahan bukan sekadar wacana, melainkan aksi yang dimulai dari komunitas terkecil.
Awal Perjalanan: Dari Mahasiswa ke Ketua RT Termuda
Sahdan Arya Maulana bukan figur instan. Lahir dari keluarga yang mendukung penuh cita-citanya, Arya tumbuh sebagai anak yang aktif dan berorientasi pada kontribusi sosial. Saat ini, ia tercatat sebagai mahasiswa semester 5 di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Tak hanya akademis, Arya juga aktif di TikTok dengan akun @rtgenz. Akun tersebut menjadi sarana membagikan aktivitas keseharian sebagai Ketua RT dan membangun komunikasi interaktif dengan warga, terutama generasi muda.
Langkahnya mencalonkan diri sebagai Ketua RT 007/RW 008 sempat menimbulkan pertanyaan. Namun, ia menjawab keraguan itu dengan kinerja nyata dalam dua bulan pertama masa jabatannya.
“Yang pertama karena saya ingin bermanfaat untuk wilayah dan juga menunjang karier politik karena cita-cita saya menjadi Gubernur DKI Jakarta,” ujar Sahdan, penuh keyakinan.
Cita-cita itu bukan sekadar mimpi kosong. Arya menempatkan kursi Ketua RT sebagai pijakan awal menuju jalur politik yang lebih luas. Ia menilai, memahami dinamika warga secara langsung akan menjadi modal pengalaman yang tak tergantikan.
Momentum Jalan Rusak: Saat Retorika Berubah Jadi Aksi
Puncak perhatian publik terjadi pada Mei 2025, tak lama setelah ia resmi menjabat Ketua RT. Jalan Kelapa Hijau di lingkungannya rusak parah. Berlubang di mana-mana, genangan air menutup aspal, membuat kendaraan rawan tergelincir.
Kerusakan jalan itu sebenarnya telah diajukan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Namun, seperti banyak kisah lain, pengajuan tak segera direalisasi. Hingga akhirnya sebuah truk terguling karena lubang jalan, memicu keresahan warga.
Alih-alih saling menyalahkan, Arya bersama dua sahabatnya, Vemmas Wahyu Rianto (20) sebagai sekretaris dan Riski Saputra (21) sebagai bendahara, mengambil keputusan penting. Mereka akan memperbaiki jalan itu sendiri, secara swadaya.
Aksi pengecoran dimulai malam hari demi meminimalkan gangguan lalu lintas. Proyek sepanjang 100 meter selesai hanya dalam dua hari. Biaya yang tidak sedikit, yaitu sekitar Rp20 juta, dikumpulkan dari iuran RT dua bulan dan donasi warga.
Perspektif Unik:
Tindakan ini merefleksikan pola pikir generasi Z yang memadukan kreativitas, keberanian, dan kolaborasi. Mereka tidak ragu memanfaatkan media sosial untuk menggalang dukungan dan transparansi anggaran.
Kepedulian yang Lebih Luas: Mengantisipasi Banjir dan Membuka Akses
Jalan yang diperbaiki bukan hanya soal kenyamanan berkendara. Lokasinya dekat aliran kali yang kerap meluap saat musim hujan. Lubang dan genangan air memperparah risiko banjir lokal.
Bagi Arya, proyek pengecoran itu sekaligus upaya mencegah kerugian yang lebih besar. Jika dibiarkan, kerusakan bisa merembet ke saluran air dan mempersulit akses kendaraan evakuasi bila terjadi banjir.
“Masyarakat juga lelah menunggu. Kami ingin segera membantu sebelum hujan datang,” kata Arya dalam sebuah wawancara.
Sambutan Hangat dari Warga dan Warganet
Aksi kolektif ini menuai respons luar biasa. Warga mengapresiasi keberanian pemuda-pemuda tersebut. Rasa kebersamaan pun tumbuh.
Di media sosial, ratusan komentar positif membanjiri unggahan tentang Sahdan Arya. Salah satu komentar paling banyak dibagikan berbunyi:
“Masyarakatnya juga keren, nggak egois, nggak merasa sudah tua pasti lebih pintar.”
Komentar lain dengan nada kritis tapi apresiatif menyebut:
“Alasan pemerintah nggak memperbaiki pendidikan, takut Indonesia maju di tangan Gen Z, jadi susah dibodoh-bodohin.”
Pujian itu menjadi bukti sederhana bahwa publik rindu pada teladan kepemimpinan nyata, bukan hanya janji.
Apa yang Membuat Kisah Ini Menarik?
Jika dicermati, Sahdan Arya Maulana bukan hanya perwakilan generasi muda. Ia simbol tren baru:
- Politik berbasis aksi, bukan retorika.
- Kolaborasi antar generasi, tanpa sekat umur.
- Transparansi penggunaan dana.
- Pemanfaatan media sosial sebagai alat komunikasi dan kontrol sosial.
Kepemimpinan Arya seakan menghapus stereotip Gen Z yang disebut “generasi rebahan.” Sebaliknya, mereka membuktikan diri mampu memimpin, merancang solusi, dan menyatukan komunitas.
Perspektif Unik Manusia: Mengukur Dampak Sosial
Dari sudut pandang humanistik, tindakan ini berdampak lebih luas daripada sekadar perbaikan jalan:
- Membangun kepercayaan publik.
- Menghidupkan kembali gotong royong.
- Mencetak teladan bagi pemuda lain.
- Meningkatkan kesadaran politik warga.
Ketika orang melihat tetangganya berani turun tangan, secara psikologis muncul rasa tanggung jawab kolektif. Ini memperkuat modal sosial yang selama ini terkikis.
Jalan Panjang Menuju Cita-Cita Politik
Banyak yang menganggap mimpi menjadi Gubernur DKI Jakarta di usia 19 tahun terlalu besar. Namun, Sahdan punya jawabannya sendiri. Baginya, keberanian mengambil peran sejak dini adalah investasi pengalaman yang tak bisa ditukar.
“Yang pasti dari orang tua, support, membimbing, dan menasehati,” ujarnya.
Support keluarga menjadi pondasi penting. Orang tua Arya tak hanya memberi izin, tapi juga membekalinya dengan nilai-nilai integritas dan tanggung jawab.
Kolaborasi dan Transparansi: Bekal Masa Depan
Langkah swadaya perbaikan jalan ini menunjukkan keseriusan Arya dalam membangun reputasi politik bersih dan akuntabel.
Seluruh dana Rp20 juta tercatat transparan, tanpa potongan untuk keperluan pribadi. Warga dilibatkan dalam perencanaan dan evaluasi.
Kisah ini seakan mengajarkan satu prinsip sederhana:
Pemimpin sejati bukan yang menunggu lampu hijau birokrasi, melainkan yang menciptakan jalannya sendiri.
Pesan Inspiratif Bagi Generasi Muda
Kisah Sahdan Arya Maulana menjadi pengingat bahwa perubahan tidak selalu datang dari atas. Generasi muda punya potensi besar untuk memulai dari level paling dekat dengan masyarakat.
Dalam sebuah era yang didominasi budaya digital, aksi nyata menjadi pembeda paling signifikan.
Jika ada satu pelajaran penting dari perjalanan Arya, mungkin kalimat ini yang paling tepat:
“Jangan tunggu sempurna untuk memulai. Mulailah, dan kesempurnaan akan datang dalam proses.”
Bagi Sahdan Arya Maulana, jalan sepanjang 100 meter yang ia cor bersama sahabat bukan hanya tentang aspal. Itu simbol perjalanan panjang menuju masa depan politik yang lebih luas.
Ia tidak hanya memperbaiki jalan, tetapi juga membangun fondasi kepercayaan dan teladan kepemimpinan.
Apapun cita-cita akhirnya, kisah ini akan selalu menjadi pengingat bahwa keberanian memimpin di usia muda adalah aset berharga bagi bangsa.