Kopi Pagi: Babak Baru Perang Dagang Dunia (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Babak Baru Perang Dagang Dunia

Senin 14 Jul 2025, 06:00 WIB

 “..kita memiliki keunggulan mutlak yang tidak dimiliki negara lain. Melalui keunggulan mutlak ini Indonesia memiliki posisi tawar yang cukup tinggi dalam perdagangan dunia..”, kata Harmoko.

Babak baru perang dagang dunia bakal dimulai, menyusul tarif impor sebesar 32 persen yang dikenakan AS kepada 14 negara, termasuk Indonesia.

Kebijakan tarif yang ditetapkan Presiden AS, Donald Trump, di satu sisi akan berdampak kepada industri garmen, tekstil dan alas kaki di dalam negeri yang selama ini banyak diserap oleh pasar AS,

Di sisi lain, kebijakan tarif impor ini, memaksa negeri kita segera mencari solusi, setidaknya bermitra dengan negara lain, sebagai pasar ekspor pengganti AS.

Baca Juga: Kopi Pagi: Koperasi untuk Kita

Jika tidak, dampak buruk bisa terjadi, di antaranya ancaman PHK di sektor industri padat karya yang belakangan ini sudah cukup tertekan.

Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan sepanjang tahun 2024 jumlah pekerja yang mengalami PHK sebanyak 77.965 orang. Meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, 2023, yang tercatat 64.855 orang.

Di awal tahun ini, hingga per 20 Mei 2025, jumlah PHK sudah mencapai 26.455 orang.

Ini peru lebih diantisipasi, mengingat lonjakan angka PHK  pertanda tekanan di dunia usaha belum sepenuhnya mereda, di tengah tantangan perlambatan ekonomi global dan permintaan domestik yang masih lemah.

Ditambah lagi, yang terbaru kebijakan tarif Trump yang memicu babak baru perang dagang dunia.

Namun, kami meyakini pemerintah sejak awal sudah memitigasi dampak buruk yang terjadi melalui sejumlah solusi, kreasi dan inovasi baik dalam jangka pendek menyongsong mulai berlakunya tarif impor AS, 1 Agustus 2025.

Baca Juga: Kopi Pagi: Kembali Kepada Konstitusi Negara

Kita tentu tak ingin, ekspor tekstil ke AS sebesar 4,5 miliar dolar AS seperti tahun 2024 lalu, hilang begitu saja terhempas tarif Trump.

Solusi jangka menengah, di antaranya relokasi industri padat karya dan padat modal, guna mendukung upaya pengembangan produk ekspor yang lebih luas lagi.

Selain kian memperkuat ketahanan ekonomi domestik, di antaranya mengembangkan ekonomi kerakyatan, memperkuat daya saing produk UMKM dan potensi lokal lainnya sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia.

Solusi jangka panjang percepatan swasembada pangan dan energi tak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga untuk memenuhi permintaan negara lain. Sering dikatakan tak hanya menjadi lumbung pangan Indonesia, juga dunia.

Ini pekerjaan besar, bukan asal - asalan, bukan sebatas membangun semangat berjuang membangun bangsa.

Bukan pula terhenti pada ucapan, slogan dan pernyataan tanpa kenyataan.

Semua harus bergerak cepat, saling bahu membahu, merapatkan barisan melangkah maju menyingkirkan segala rintangan yang bukan bertambah ringan.

Dalam pepatah Jawa dikenal “mrantasi gawe” - menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan benar, tuntas dan penuh tanggung jawab.

Baca Juga: Kopi Pagi: Politik Mencerahkan, Bukan Melelahkan

Sikap ini yang perlu dikedepankan penuh keteladanan utamanya para elite politik negeri ini.

Salurkan energi positif untuk merespons berbagai tantangan di tengah ketidakpastian situasi global. Kerahkan segala sumber daya guna memperkuat ketahanan pangan, ekonomi, stabilitas politik sebagai benteng penahan segala gempuran.

Tahun politik sudah lewat, beda tafsir dan pandangan kita hormati sebagai dinamika demokrasi. Tetapi, satu hal,  jangan lantas larut dalam atraksi politik yang mengunggah perseteruan berpotensi pembelahan.

Tantangan ke depan kian berat. Ada yang berpendapat negara kita tidak saja ikut terdampak perang dagang dunia, tetapi sudah menjadi bagian di dalamnya.

Karena itu diplomasi ekonomi perlu diperkuat lagi, selain politik luar negeri yang bebas aktif di panggung dunia sebagai jati diri bangsa. 

Ini selaras dengan kebijakan politik luar negeri kita yang diarahkan pula guna mendorong pencapaian program Astacita. Tak terkecuali meningkatkan daya saing Indonesia di panggung dunia.

Kita optimis negara kita mampu meningkatkan daya saing karena memiliki modal dasar yang kuat.

Sering disebut keunggulan mutlak, yakni kekayaan seni dan budaya yang tak dimiliki negara lain karena keberagamannya, juga kekayaan sumber daya alam yang luar biasa yang acap membuat iri negara lain. 

Baca Juga: Kopi Pagi: Adil untuk Semua

Cukup banyak produk barang dan jasa bangsa kita yang tidak dimiliki negara lain baik di bidang industri pertanian maupun perdagangan, dan lebih - lebih di sektor seni dan budaya.

Melalui keunggulan mutlak ini Indonesia memiliki posisi tawar yang cukup tinggi dalam perdagangan dunia, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Yang terpenting, bukan hanya merawat keunggulan, tetapi harus mampu memajukan dan mengembangkan keunggulan alami menjadi keunggulan baru yang modern. Selain, menciptakan keunggulan baru, sebagai sebuah kreasi  yang sesuai dengan eranya.

Langkah ini menjadi faktor penting jika bangsa Indonesia tidak ingin tergilas oleh perkembangan zaman, perubahan dunia yang begitu cepat berpacu ke seluruh penjuru negeri. 

Tanpa langkah dimaksud, kita akan terkena imbas gempuran perang dagang dunia babak baru.

Tahap berikutnya adalah pemberian fasilitas oleh negara. Tidak hanya soal permodalan, juga perlindungan akses pasar dalam dan luar negeri, melalui pelatihan dan bimbingan secara berkelanjutan.

Percuma memiliki produk unggulan, tetapi tidak dilirik pasar karena kurangnya perlindungan dari negara. (Azisoko)

Tags:
Kopi Pagitarif imporperang dagangHarmoko

Tim Poskota

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor