POSKOTA.CO.ID - Nama Timothy Ronald kian populer di ranah edukasi finansial, khususnya di kalangan generasi muda yang mulai sadar pentingnya investasi dan literasi keuangan.
Sebagai pendiri Akademi Crypto dan konten kreator edukasi keuangan, gaya bicara Timothy yang lugas kerap menimbulkan diskusi hangat.
Salah satunya, ketika ia menegaskan bahwa "orang kaya nggak ada yang beli nyicil, karena nyicil itu sistem yang diciptakan untuk orang menengah."
Pernyataan tersebut viral melalui video pendek akun TikTok @majalah18pless, yang menuai pro kontra dari netizen. Ada yang mendukung, ada pula yang menilai terlalu menyederhanakan persoalan.
Baca Juga: 3 Prinsip Membangun Kekayaan Lewat Investasi, Timothy Ronald: ‘Rahasia Warren Buffet’
Namun di balik pernyataan kontroversial itu, tersimpan kritik mendalam terhadap pola konsumsi kelas menengah dan struktur ekonomi modern.
Cicilan: Solusi atau Perangkap?
Menurut Timothy, orang kaya cenderung membeli aset atau barang secara tunai. Sementara kelas menengah kerap memilih skema cicilan untuk memenuhi gaya hidup atau membeli kebutuhan yang nilainya cukup besar.
Timothy menilai, cicilan bukan strategi cerdas, tetapi justru pintu masuk ke dalam siklus utang berkepanjangan.
"Orang kaya punya uang lebih dari cukup, jadi tidak butuh mencicil. Sebaliknya, kelas menengah merasa mampu beli barang mahal karena ada cicilan. Akhirnya, mereka terjebak membayar utang tanpa sempat mengembangkan aset," jelas Timothy dalam video tersebut.
Baca Juga: Kamu Punya Gaji UMR? Ini 4 Mindset Mengelolanya ala Timothy Ronald
Ia juga menyinggung analogi 'hamster di roda' yakni kelas menengah bekerja keras setiap bulan, tetapi hasilnya habis untuk cicilan dan pengeluaran rutin. Mereka tetap di tempat, tanpa kemajuan signifikan secara finansial.
Mengapa Disebut Jebakan?
Timothy menyebut sistem cicilan memang dirancang agar kelas menengah tetap bergantung pada utang. Berikut alasannya:
- Bunga dan biaya tambahan: Meski ada promo '0 persen', biasanya masih ada biaya admin atau ketentuan tertentu yang membuat total pembayaran lebih mahal.
- Inflasi: Pendapatan kelas menengah sering kali tidak naik secepat kenaikan harga barang, sehingga daya beli menurun.
- Gaya hidup konsumtif: Promosi cicilan membuat orang terdorong membeli barang yang sebenarnya belum tentu dibutuhkan.
Kondisi ini semakin parah ketika muncul kebutuhan mendesak, seperti biaya kesehatan atau pendidikan, yang juga meningkat setiap tahun.
Baca Juga: Lima Level Manusia dalam Kapitalisme Versi Timothy Ronald, Dari Pekerja hingga Filantropis
Sistem Ekonomi dan Inflasi
Selain soal cicilan, Timothy juga mengkritik sistem ekonomi modern yang menurutnya mempertahankan kelas menengah tetap di posisi bertahan hidup alih-alih berkembang. Inflasi menjadi salah satu instrumen penting dalam mekanisme ini.
Contoh nyatanya bisa dilihat saat pandemi COVID-19, ketika harga masker hingga tes PCR melonjak tajam. Dalam kondisi demikian, kelas menengah dipaksa tetap membayar kebutuhan penting sambil menanggung cicilan.
"Orang kaya membeli cash karena punya cadangan kekayaan. Sementara kelas menengah, selain harus bayar cicilan, juga harus menanggung biaya hidup yang makin mahal," tambah Timothy.
Perlukah Berhenti Nyicil?
Pernyataan Timothy memancing pertanyaan kritis, benarkah cicilan selalu buruk? Pada kenyataannya, banyak orang terbantu oleh cicilan untuk kebutuhan mendesak seperti rumah atau pendidikan.
Namun, risikonya muncul jika cicilan menjadi kebiasaan konsumtif, seperti membeli gadget terbaru setiap tahun atau barang sekunder demi gengsi.
Dalam situasi seperti inilah pandangan Timothy relevan karena cicilan bisa membuat kita sibuk membayar utang, hingga lupa menyiapkan investasi atau dana darurat.
Pesan inti Timothy adalah agar kelas menengah lebih kritis mengelola keuangan. Pertanyaan "butuh atau ingin?" menjadi kunci sebelum memutuskan membeli sesuatu secara cicilan.
Bagi generasi muda, ini juga momentum untuk memperkuat literasi finansial mulai dari belajar menabung, berinvestasi, serta memahami risiko dan manfaat cicilan.