TANGERANG SELATAN, POSKOTA.CO.ID - Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang merupakan pengganti PPDB, menuai kritik tajam dari sejumlah pihak karena dianggap tidak transparan dan minim sosialisasi.
Protes dan aksi demonstrasi dari orang tua murid pun kembali terjadi, menandakan bahwa polemik ini belum kunjung diselesaikan secara menyeluruh.
Pengamat Pendidikan, Satriwan Salim saat dikonfirmasi pada Rabu, 9 Juli 2025 menyatakan bahwa kegaduhan dalam proses penerimaan siswa bukanlah fenomena baru.
Ia menyebut bahwa setiap tahun, keluhan serupa terus berulang tanpa ada perbaikan signifikan dari pemerintah daerah maupun pusat.
“Demonstrasi orang tua sudah terjadi sejak era PPDB. Bukan hanya di Banten, tapi juga di Jakarta, Surabaya, dan daerah lainnya,” ujarnya kepada Poskota.
Baca Juga: Lolos SPMB Jabar 2025 Tahap 2? Jangan Lupa Daftar Ulang, Berikut Jadwal Lengkapnya
Menurut Satriwan, persoalan paling mendasar adalah lemahnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai perubahan sistem.
Ia menyoroti transisi dari PPDB ke SPMB yang tidak diikuti oleh upaya penyuluhan yang memadai, baik kepada calon siswa, orang tua, maupun pihak sekolah.
“Banyak orang tua yang tidak tahu kalau sekarang sistem seleksi jalur domisili sudah berubah, dan prioritasnya bukan lagi jarak, tapi nilai akademik,” katanya.
Perubahan ini ia sampaikan tertuang dalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, khususnya pada Pasal 43.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa jika kuota dalam jalur domisili sudah penuh, maka seleksi baru dilakukan berdasarkan nilai rapor siswa, kemudian usia, dan terakhir jarak ke sekolah.
“Ini pergeseran penting yang mestinya disosialisasikan lebih gencar. Tapi kenyataannya, orang tua baru tahu saat pengumuman,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menilai bahwa pendataan jumlah siswa lulusan dan ketersediaan bangku di sekolah negeri belum dilakukan secara akurat oleh pemerintah daerah.
Akibatnya, terjadi penumpukan pendaftar di sekolah-sekolah negeri yang dianggap favorit.
“Pemerintah daerah harusnya tahu berapa kebutuhan dan daya tampung, agar distribusi pendaftaran bisa lebih merata,” tegasnya.
Satriwan juga menyebut bahwa pola pikir orang tua masih terjebak pada persepsi bahwa sekolah negeri unggulan adalah satu-satunya pilihan terbaik.
Baca Juga: SPMB Jabar 2025 Login: Cek Pengumuman Hasil Seleksi Tahap 2 di Sini
Hal ini menjadi pemicu utama terjadinya konsentrasi pendaftaran di sekolah-sekolah tertentu.
“Kalau pemerintah tidak menata distribusi dan pola pikir ini, demonstrasi akan terus berulang,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Banten menyatakan bahwa pemerintah provinsi hanya menjalankan regulasi dari pemerintah pusat.
“Kejadian ini kan bukan hanya tahun ini. Sebelum-sebelum ini selalu terjadi. Dan saya ini adalah menjalankan regulasi yang ada,” ujarnya pada Senin, 7 Juli 2025.
Ia menyebut bahwa sistem domisili yang kini diterapkan merupakan bagian dari perubahan aturan yang wajib diikuti oleh daerah.
Namun Gubernur juga mengakui bahwa dalam praktiknya masih banyak anak yang tidak tertampung di sekolah yang diinginkan.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa Pemprov Banten akan terus berupaya mencarikan solusi, termasuk melalui kerja sama dengan sekolah-sekolah lain agar semua anak tetap mendapatkan akses pendidikan. (CR-1)