Ilustrasi sekolah. (Sumber: PxHere)

Daerah

Sekolah Swasta di Purwakarta Sepi Pendaftar, Terancam Mati Suri Akibat Kebijakan Dedi Mulyadi

Senin 07 Jul 2025, 20:39 WIB

PURWAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sejumlah sekolah swasta di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, meradang karena kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

KDM, sapaan Dedi Mulyadi, mengizinkan satu ruang kelas diisi oleh 50 siswa pada SPMB tahun ini yang berdampak pada merosotnya jumlah pendaftar ke sekolah swasta di Purwakarta.

Pengelola sekolah swasta di Purwakarta memprotes dan meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan tak populis yang bisa membuat lembaga pendidikan swasta mati suri.

Seperti dialami SMK Bina Bukti Purwakarta. Hingga menjelang sepekan dimulai tahun ajaran baru, hanya ada tujuh calon siswa baru yang mendaftar ke sekolah di bawah naungan Yayasan Yasri itu.

Merosotnya jumlah siswa baru yang mendaftar ke SMK Bina Bukti disinyalir sebagai dampak dari kebijakan Pemprov Jabar yang mengizinkan sekolah negeri menerima hingga 50 siswa per kelas atau rombongan belajar (rombel).

Jumlah pendaftar SMK Bina Budi yang berada di Jalan Veteran, Kelurahan Nagri Kaler, Kabupaten Purwakarta, merosot jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Sebelumnya, sekolah swasta ini mampu mengelola hingga 10 kelas aktif.

Baca Juga: Depok Luncurkan Sekolah Swasta Gratis, 33 SMP Terlibat

Saat ini hanya tersisa tiga kelas dengan total siswa aktif 36 orang dari kelas 10 hingga kelas 12.

"Bahkan, dari tujuh siswa yang sudah mendaftar pun, kami tidak yakin mereka akan bertahan," jelas Kepala SMK Bina Budi, Aam Aminah, kepada awak media, Senin 7 Juli 2025.

"Karena seringkali sekolah negeri membuka gelombang tambahan, dan siswa bisa saja berpindah," ujarnya.

Diakuinya, berbagai upaya promosi telah dilakukan seperti melalui media sosial dan kunjungan ke SMP. Namun hal itu belum memberikan dampak signifikan.

"Dari 14 ruangan kelas yang ada, kini hanya tiga ruangan kelas yang aktif digunakan, padahal sekolah kami sudah akreditasi A," keluhnya.

Menurutnya, pada SPMB tahun ini, pihaknya menargetkan satu jurusan dengan satu kelas sesuai aturan kementerian, yakni 36 siswa.

Nasib serupa juga dirasakan SMK Farmasi Yasri, yang saat ini baru menerima 14 siswa untuk dua program studi.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Yasri, Agus Muharam, menyampaikan kekhawatirannya terhadap keberlangsungan sekolah-sekolah swasta jika tren ini terus berlanjut.

Baca Juga: Program RSSG 2025: Pemkot Depok Bebaskan Biaya Sekolah Swasta, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

"Kami tetap berupaya mempertahankan sekolah, tapi dengan jumlah siswa yang sangat sedikit, kami menghadapi tantangan besar untuk menggaji guru dan staf administrasi. Ini bisa menjadi bumerang bagi sekolah swasta," kata dia.

Sempat Diterapkan saat Jadi Bupati Purwakarta

Suara penolakan juga lantang dikemukakan pengelola PKBM yang berada di pelosok Purwakarta.

Pengelola pendidikan non formal sekaligus guru yang meminta identitasnya dirahasiakan ini, langsung menuding kebijakan Dedi Mulyadi pada SPMB tahun ini, membuat sekolah swasta mati suri.

"Ingat gak, dulu waktu KDM jadi Bupati Purwakarta sama 'memerangi' sekolah swasta di Purwakarta. Kini, kembali berulah dengan cakupan lebih luas yang terdampaknya se-Jawa Barat. Aya aya wae," keluhnya.

Para pengelola sekolah swasta berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan penerimaan siswa hingga 50 orang di satu kelas pada sekolah negeri.

Selain itu, dia berharap pemerintah juga mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut terhadap sekolah swasta yang turut berperan dalam mencerdaskan bangsa.

"Kami berharap ada kebijakan yang adil. Jika sekolah negeri terus dibolehkan menerima rombel maksimal tanpa batasan, maka sekolah swasta akan terus terpinggirkan. Harus ada kerja sama agar dunia pendidikan kita berkembang secara merata," ujarnya.

Tags:
sekolah swastaPurwakartaDedi MulyadiSMK Bina Budi

Dadan Sukmana

Reporter

Mohamad Taufik

Editor