“Jika kita mendengar slogan, doktrin, ungkapan, pernyataan atau pun komitmen bahwa penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas, namun manusiawi. Tegas, namun humanis, itu tidak lain dalam rangka mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab..” kata Harmoko.
Jika mencuat pertanyaan adil untuk siapa? Jawabnya jelas untuk kita semua, untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Tanpa diskriminasi, tanpa beda perlakuan, apalagi tekanan.
Dalam sebuah obrolan ringan di warung kopi misalnya acap muncul pertanyaan, adil ini sebenarnya untuk siapa? Apakah untuk orang seperti kita, atau untuk mereka?
Kita dapat menebak arah pertanyaan yang dimaksudkan untuk “orang seperti kita” adalah rakyat kecil, sedangkan “mereka” adalah orang – orang besar, orang berpengaruh, orang yang berkedudukan, punya kekuatan dan kekuasaan.
Baca Juga: Kopi Pagi: Bangga Produk Indonesia
Belakangan sering kita dengar juga seruan bahwa keadilan bukanlah untuk balas jasa, balas budi.
Jika keadilan masih menjadi kompensasi balas budi, lantas bagaimana keadilan bagi mereka yang tidak atau belum pernah memberi jasa karena tak punya kuasa.
Pertanyaan kemudian, haruskah berkuasa dulu sehingga dapat memberi jasa atau kompensasi agar mendapat keadilan? Jawabnya tentu bukan demikian.
Jika demikian adanya, sampai kapanpun mereka yang selama ini memiliki keterbatasan ekonomi, kekuasaan dan status sosial, sulit mendapatkan keadilan yang hakiki.
Meski begitu jangan lantas berharap adil berarti sama rata. Dikatakan adil jika menempatkan segala sesuatu sesuai tempat dan porsi kemampuannya serta memberikan sesuatu kepada orang yang berhak menerimanya.
Sejumlah literatur menyebutkan setidaknya terdapat empat hal yang mencerminkan keadilan. Pertama, tak ada keberpihakan dalam menangani dan memutus perkara.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kebangkitan Moral Bagian I
Kedua, tidak menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah. Ketiga, tidak mengambil atau mengurangi hak orang lain. Keempat, tidak berlaku zalim artinya tidak menindas, tidak berlaku sewenang – wenang.
Poin pertama hingga ketiga adalah keadilan dalam memberikan hak, memutus perkara, menyikapi peristiwa terkait dengan proses hukum.
Sedangkan poin keempat sebagai penyempurnaan keadilan, yaitu menyangkut sikap dan perilaku perbuatan dalam mewujudkan keadilan yang hakiki kepada setiap orang.
Maknanya adil harus diikuti dengan perilaku perbuatan yang beradab sebagaimana sila kedua falsafah hidup bangsa, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Siapa yang harus beradab? Jawabnya kita semua,utamanya mereka yang terlibat langsung dalam menciptakan keadilan di bumi pertiwi ini.
Beradab berarti di dalamnya terdapat kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan dan berakhlak, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Tak ada sikap arogansi dan kesewenang – wenangan, apalagi penindasan.
Baca Juga: Kopi Pagi: Wanita Mulia, Negara Jaya
Jika kita mendengar slogan, doktrin, ungkapan, pernyataan atau pun komitmen bahwa penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas, namun manusiawi.
Tegas, namun humanis, itu tidak lain dalam rangka mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Nilai – nilai humanis seperti pengakuan terhadap adanya martabat manusia dengan segala hak asasinya yang harus dihormati oleh siapapun, secara jelas terkandung dalam sila kedua Pancasila.
Begitu pun perlakuan yang adil terhadap sesama manusia apa pun latar belakangnya.
Bicara keadilan tentu terkait dengan penegakan hukum yang adil dan beradab. Juga pelayanan publik tanpa diskriminasi.
Aparat penegak hukum di jajaran Polri, kejaksaan dan pengadilan adalah punggawa –punggawa penegak hukum handal dan berintegritas. Diharapkan dari para punggawa inilah, rakyat mendapatkan keadilan yang hakiki.
Polri sebagai penegak hukum terdepan, yang paling banyak bersentuhan langsung dengan masyarakat, tentu menjadi dambaan sebagai tempat mencari perlindungan, pengayoman dan keadilan.
Kami meyakini, harapan rakyat memperoleh keadilan akan menjadi kenyataan karena Polri akan senantiasa melakukan pengabdian terbaiknya untuk masyarakat, bangsa dan negara.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kebijakan Strategis, Bukan Populis
Ini senafas dengan falsafah Tri Brata, yakni : 1.Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2. Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, 3.Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Masih ada lagi Kode Etik Profesi Polri, sebagai pedoman dalam menegakkan keadilan, di antaranya menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural.
Meski begitu, menegakkan keadilan bukan hanya tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum. Kita juga bertanggung jawab menegakkan keadilan, setidaknya untuk diri sendiri.
Sudahkah kita bersikap adil terhadap sesama, terhadap tetangga kita, teman kita, dan sanak saudara kita.
Ingat pesan leluhur “Siapa yang tidak berbuat adil, lebih menderita daripada orang yang mengalami ketidakadilan itu.”
Mari kita menegakkan keadilan walaupun mengenai diri sendiri.
Selamat Hari Bhayangkara ke-79, Polri Untuk Masyarakat. (Azisoko)