POSKOTA.CO.ID – Pengamat Timur Tengah Faisal Assegaf mengkritik keterlibatan militer Amerika Serikat dalam konflik antara Israel dan Iran baru-baru ini, dan menyebutnya sebagai bentuk pelanggaran hukum internasional yang berulang.
Dalam wawancara bersama pengacara sekaligus aktivis Abraham Samad, Faisal Assegaf menilai tindakan AS sebagai "kesalahan kedua" setelah invasi Irak pada 2003.
“Apa yang dilakukan Amerika Serikat kemarin itu sendiri, kemarin dini hari, merupakan kesalahan kedua yang diulangi oleh Amerika Serikat karena mereka kembali berbohong kepada dunia," kata Assegaf, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP pada Rabu, 25 Juni 2025.
"Kebohongan pertama ketika mereka melakukan invasi untuk menumbangkan Saddam Hussein, Presiden Irak pada 2003, itu alasannya sama: Irak memiliki senjata pemusnah massal. George Bush dengan Tony Blair. Sampai ternyata itu tidak pernah terbukti sampai sekarang,” lanjutnya.
Baca Juga: Dampak Serangan AS ke Iran: Proses Evakuasi WNI Alami Kendala
Faisal Assegaf juga menyoroti bahwa serangan terhadap Iran dilakukan tanpa mandat dari Kongres maupun Dewan Keamanan PBB. Ia mengutip data polling yang menunjukkan bahwa 60 persen warga Amerika menolak keterlibatan negaranya dalam konflik tersebut.
“Bahkan beberapa anggota Partai Republik menentang intervensi militer Amerika di dalam perang Iran-Israel,” tambahnya.
Menurut Faisal Assegaf, ketimpangan global terlihat dari bagaimana hukum internasional, terutama Piagam PBB, kerap dilanggar oleh negara-negara pemilik hak veto atau sekutunya.
Ia mencontohkan invasi Rusia ke Ukraina yang tidak bisa dijatuhi sanksi oleh Dewan Keamanan, serta serangan militer Israel ke Gaza yang tidak mendapat tindakan tegas dari PBB.
Baca Juga: Proses Evakuasi 86 WNI di Iran Terkendala, Ini Penyebabnya
“saya kira ini harus menjadi koreksi bersama seluruh negara, apakah PBB itu masih layak dipertahankan sebagai sebuah organisasi internasional ketika piagamnya saja atau hukum internasional yang diadopsi dan dipercaya untuk mengatur bagaimana pergaulan antarbangsa di dunia itu dihormati” ujar Assegaf.
"ternyata kan selama ini dilanggar, dipermainkan, jadi tidak pernah dihormati. Saya kira ini harus jadi koreksi bagi semua bangsa di dunia, negara di dunia, apakah layak mempertahankan PBB lagi atau bikin organisasi baru semacam PBB tapi tanpa hak veto,"
Ia mengungkapkan bahwa gagasan reformasi PBB sejatinya sudah pernah dilontarkan pada 2005 oleh Sekjen PBB saat itu, Kofi Annan. Namun, hingga kini tidak ada kemajuan berarti.
Abraham Samad mengamini pernyataan tersebut dan menegaskan bahwa ini adalah momentum untuk mengevaluasi ulang eksistensi dan kredibilitas PBB di mata komunitas internasional.