KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Achmad Hisyam menegaskan pelaku tindak asusila kepada anak tidak cukup diberikan hukuman, tetapi harus disembuhkan untuk disembuhkan demi memutus rantai kejahatan.
“Jika kita hanya menghukum tanpa menyembuhkan, kejahatan ini akan terus berulang. Pelaku harus disembuhkan dan trauma korban harus diobati pastikan tidak ada lagi korban baru,” kata Achmad saat dikonfirmasi, Senin, 16 Juni 2025.
Achmad menuturkan, banyak pelaku memiliki riwayat sebagai korban di masa kecil. Menurutnya, mayoritas pelaku pelecehan seksual pernah mengalami hal serupa.
“Hampir 90 persen pelaku pernah menjadi korban. Ini seperti penyakit yang menular. Pelaku harus disembuhkan, bukan hanya dihukum,” ucap dia.
Baca Juga: Viral! Aksi Pelecehan Seksual oleh Anak 8 Tahun di Bekasi, Korban Diduga Lebih dari Satu
Sementara itu, pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak hanya orang terdekat, tapi asing. Hal tersebut sebagaimana kasus seorang anak laki-laki berusia 11 tahun mengalami pencabulan oleh kasir minimarket di Jatiuwung, Tangerang.
"Biasanya pelaku kekerasan terhadap anak itu adalah orang terdekat itu pelaku dan korban berlawan jenis. Tapi kalau pelaku dan korban sesama jenis biasanya pelakunya orang asing," ujarnya.
Lebib lanjut, Achmad Hisyam menjelaskan, bahwa penyembuhan ini melibatkan konseling intensif dan penelusuran riwayat pelaku untuk mengidentifikasi pelaku sebelumnya yang mungkin masih aktif mencari korban. Karena itu, polisi tidak hanya bertugas menangkap pelaku, tetapi juga mencegah kejahatan berulang.
"Misalnya, jika pelaku pernah menjadi korban pelaku, kita harus cari tahu siapa saja korban pelaku. Ini untuk memastikan tidak ada korban baru yang kemudian menjadi pelaku,” tuturnya.
Baca Juga: Ibu Korban Pelecehan oleh Bocah 8 Tahun di Bekasi Kesal Laporannya Ditolak Polisi
Sebagai langkah penyembuhan, kata Achmad, membutuhkan kerja sama antara kepolisian, psikolog, dan sistem peradilan. Hal itu diperlukan, korban juga memerlukan perhatian serius.
“Tanpa pendampingan, trauma korban bisa membuat mereka rentan menjadi pelaku kelak,” katanya.
Kekerasan seksual terhadap anak dinilai kerap terjadi, karena adanya ketimpangan sosial antara pelaku dan korban, misalkan guru dengan murid, paman dengan ponakan, atau kasir dengan anak kecil yang membutuhkan uang. Ketimpangan ini diperparah kurangnya pengawasan dan pendidikan di lingkungan keluarga.
Namun, ia menyayangkan tidak semua keluarga mampu memberikan edukasi pendidikan seksual. Maka peran sekolah dalam menyampaikan materi seragam di seluruh Indonesia sangat penting.
Baca Juga: Viral! Dugaan Pelecehan Seksual oleh Kakek Penjual Bakso terhadap Anak-Anak Terjadi di Subang
“Anak harus diajarkan bahwa ada bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, bahkan oleh orang terdekat. Ini harus ditanamkan sejak usia balita, sehingga mereka paham batasan hingga dewasa,” ucap dia.