POSKOTA.CO.ID - Pernahkah kamu merasa tidak “klik” dengan seseorang yang sangat baik dan stabil? Atau justru merasa hampa saat menjalin hubungan tanpa konflik, drama, atau rasa cemas yang membakar dada?
Jika iya, kamu tidak sendirian.
Banyak orang yang tumbuh dengan pengalaman cinta yang sarat dengan sinyal bahaya, drama, atau kecemasan, cenderung merasa aneh ketika bertemu dengan cinta yang hadir dalam bentuk ketenangan dan stabilitas.
Mereka bertanya-tanya, "Apa aku yang bermasalah ya?" Padahal, kenyataannya, otak dan tubuh mereka sedang menyesuaikan diri dengan bentuk cinta yang berbeda dari yang mereka kenal sebelumnya.
“Bukan kamu nggak bisa move on… kamu cuma belum kenal cinta yang gak penuh alarm bahaya.” — @logikasakti
Baca Juga: Apa yang Menarik dari Perebutan 4 Pulau di Wilayah Aceh ke Sumut?
Mengapa Kita Tertarik pada Cinta yang Berbahaya?
Melansir dari Instagram @logikasakti, menurut berbagai penelitian psikologi hubungan, banyak dari kita membentuk pola cinta berdasarkan pengalaman masa lalu, terutama sejak masa kanak-kanak dan hubungan romantis pertama.
Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang penuh konflik emosional, mereka mungkin membentuk asosiasi bawah sadar bahwa “cinta = cemas”, “cinta = harus berjuang”, atau bahkan “cinta = luka”.
Otak akan menafsirkan ketenangan sebagai sesuatu yang asing, bahkan membosankan.
Hubungan yang sehat, yang tidak memicu hormon stres seperti adrenalin dan kortisol, malah dinilai sebagai “flat”, karena tubuh terbiasa siaga dan waspada dalam interaksi yang berlandaskan emosi intens. Hal ini menimbulkan overthinking, keraguan, hingga dorongan untuk mundur dari relasi yang sehat.
Cinta Sehat vs Cinta Chaos: Beda Energi, Beda Rasa
Dalam eBook Vibrasi Cinta, @logikasakti menjelaskan bahwa ketertarikan terhadap relasi penuh ketegangan sebenarnya adalah refleksi dari trauma lama yang belum sembuh. Otak dan tubuh yang terbiasa hidup dalam pola “fight or flight” akan merasa asing ketika tidak ada krisis yang harus diatasi.
Padahal, cinta dewasa tidak membutuhkan itu semua.
Cinta dewasa adalah cinta yang menghadirkan ruang untuk bernafas, bukan perasaan tertindih. Cinta yang membuatmu bisa tenang, bukan terjebak dalam siklus emosi naik-turun.
Bagaimana Memulai Proses Rekalibrasi Cinta?
Jika kamu merasa pola ini akrab dalam hidupmu, maka kamu sedang berada dalam fase kesadaran yang penting. Berikut ini adalah empat langkah utama untuk mulai menyembuhkan dan membuka ruang bagi cinta yang sehat:
1. Kenali bahwa rasa nyaman itu bukan membosankan
Seringkali kita menyamakan “rasa aman” dengan “tidak bergairah.” Padahal, rasa nyaman adalah kondisi di mana sistem saraf tidak lagi berada dalam mode siaga. Ketika kamu bersama orang yang tidak memicu kecemasan, tubuhmu mulai bisa merasa tenang dan tidak waspada 24/7.
2. Latih tubuhmu untuk percaya: cinta yang stabil juga valid
Menghadirkan kepercayaan baru dalam tubuh dan pikiran bahwa cinta yang damai itu nyata dan layak diperjuangkan, adalah bentuk healing yang dalam. Proses ini tidak instan, namun bisa dilatih lewat relasi, terapi, atau refleksi pribadi.
3. Sembuhkan luka lama yang menyamakan chaos dengan chemistry
Salah satu tantangan terbesar adalah memisahkan antara adrenalin (yang sering salah kita tafsir sebagai chemistry) dan koneksi emosional yang sesungguhnya. Hubungan yang penuh pertengkaran, putus-nyambung, atau manipulatif bukanlah tanda cinta, melainkan trauma bonding.
4. Sadari bahwa tidak ada drama bukan berarti tidak ada cinta
Kita perlu menyadari bahwa cinta yang sehat tidak selalu disertai ‘ledakan’ emosi. Ia hadir sebagai ruang yang aman dan penuh penerimaan. Itulah bentuk cinta yang dewasa — bukan yang membuatmu selalu bertanya-tanya, “Apakah aku dicintai?”
Baca Juga: 3 Penyakit Ini Sering Dialami Peserta Program Cek Kesehatan Gratis
Refleksi Emosional: Apakah Saya Siap Dicintai dengan Tenang?
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka menolak cinta yang sehat bukan karena tidak ada perasaan, melainkan karena sistem saraf mereka belum mengenali bentuk cinta yang aman. Ini bisa terjadi pada siapa pun — baik mereka yang tampak kuat secara emosional, maupun mereka yang sedang dalam fase pemulihan dari hubungan sebelumnya.
Penting untuk memahami bahwa kita tidak bisa menerima cinta yang tenang jika di dalam diri kita sendiri belum ada rasa aman. Maka dari itu, proses rekonstruksi kepercayaan, penyembuhan trauma, dan pelatihan respons emosional sangat penting.
Cinta yang sehat tidak hadir sebagai letupan emosi yang menggelegar, melainkan sebagai ketenangan yang mengakar. Untuk mencapainya, dibutuhkan kesadaran, pembelajaran ulang, dan keberanian untuk keluar dari pola lama yang menyamakan konflik dengan cinta.
Bagi banyak orang, ini adalah perjalanan seumur hidup. Namun langkah pertama bisa dimulai hari ini: dengan menyadari bahwa kamu pantas dicintai, tanpa harus berjuang dulu untuk membuktikannya.
Jika kamu merasa tidak familiar dengan hubungan yang stabil, bukan karena kamu rusak, tapi karena kamu sedang dalam proses penyembuhan dan pelatihan ulang makna cinta.