4 pulau sengketa Aceh-Sumut ternyata berdekatan dengan blok migas lepas pantai. Pemprov Aceh menuntut Kemendagri menghormati kesepakatan 1992. (Sumber: Peta Wikimedia)

Nasional

Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut: Pemprov Aceh Protes Kemendagri karena Abaikan Kesepakatan 1992, Apakah Ada Potensi Migas?

Jumat 13 Jun 2025, 11:50 WIB

POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Aceh kembali menegaskan pentingnya kesepakatan tahun 1992 sebagai dasar penyelesaian sengketa empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Pernyataan ini disampaikan sebagai bentuk protes terhadap keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dinilai mengabaikan kesepakatan tersebut dan hanya berpedoman pada batas darat dalam menetapkan status kepemilikan pulau.

Sengketa ini semakin memanas karena keempat pulau tersebut berada di wilayah yang berdekatan dengan blok migas lepas pantai.

Pemerintah Aceh menilai penetapan sepihak oleh Kemendagri tidak hanya melanggar kesepakatan lama, tetapi juga berpotensi memicu konflik berkepanjangan antara kedua provinsi.

Baca Juga: Aceh Terpecah? Wacana Pemekaran Provinsi Aceh Raya Mengemuka Cakup 5 Wilayah Ini

Kesepakatan 1992 Jadi Acuan Utama

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menegaskan bahwa kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada 1992, yang disaksikan Mendagri saat itu, harus menjadi landasan hukum. Pasalnya, hingga kini belum ada penetapan batas laut antara kedua provinsi.

“Harusnya kan ditetapkan dulu garis batas laut karena sudah ada kesepakatan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada tahun 1992 yang sampai dengan saat ini belum ada kesepakatan kedua gubernur yang merubah garis batas laut tersebut,” kata Syakir, Jumat 13 Juni 2025

Protes ini muncul setelah Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menyatakan bahwa penetapan status empat pulau didasarkan pada batas darat, mengingat batas laut belum disepakati. Namun, Syakir menilai argumen ini mengesampingkan kesepakatan lama.

"Kesepakatan 1992 telah menetapkan kepemilikan pulau-pulau tersebut kepada Aceh," tegasnya.

Baca Juga: Bukan Riau Atau Aceh, Ini Daerah di Indonesia yang Turun Salju hingga Membeku

Kritik atas Keputusan Sepihak Kemendagri

Syakir menyayangkan Kemendagri yang dinilai terburu-buru menetapkan status pulau meski sengketa masih berlangsung. Ia merujuk pada Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 yang mewajibkan dokumen kesepakatan batas daerah sebagai pertimbangan utama.

Selain itu, ia mengungkapkan bahwa pembakuan nama pulau pada 2008 dilakukan sepihak oleh Sumut, sementara Aceh tidak diizinkan mencantumkan keempat pulau tersebut. Pemerintah Aceh juga telah mengajukan revisi koordinat pulau ke Kemendagri pada 2018, sehingga Berita Acara Rapat 30 November 2017 dinilai tidak relevan.

“Harusnya, ditetapkan dulu pagar rumah, otomatis rumah berada dalam wilayah. Nah, Kemendagri sebaliknya, yang dilakukan penetapan rumah dulu, padahal pagar dan halaman milik Aceh berdasarkan kesepakatan 1992," jelasnya.

Baca Juga: Benarkah Aceh Timur Akan Turun Salju pada 2026? Ini Penjelasan Pakar Iklim

Empat Pulau Berdekatan dengan Blok Migas

Keputusan Kemendagri menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumut, menarik perhatian karena lokasinya berdekatan dengan wilayah potensi minyak dan gas bumi (migas).

Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Nasri Jalal, mengonfirmasi bahwa keempat pulau, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, berada di sekitar Wilayah Kerja (WK) Offshore West Aceh (OSWA).

"Secara umum, keempat pulau tersebut berdekatan dengan WK OSWA," kata Nasri. Namun, ia menegaskan pulau-pulau itu tidak termasuk dalam WK OSWA dan belum ada data seismik untuk mengevaluasi potensi migas di sana.

"Belum ada cakupan data seismik di empat pulau tersebut, sehingga evaluasi potensi migas belum bisa dilakukan secara komprehensif," ujarnya.

BPMA mendorong survei awal dan akuisisi data seismik untuk mengidentifikasi potensi energi. "Prinsip keberlanjutan dan konservasi tetap menjadi dasar dalam setiap langkah pengelolaan sumber daya," tambah Nasri.

Lelang Migas dan Implikasi Sengketa

Berdasarkan informasi BPMA Aceh, pada 8 November 2022, Dirjen Migas Tutuka Ariadji mengumumkan pemenang lelang WK Migas Konvensional Tahap I 2022, yakni Conrad Asia Energy Ltd untuk blok Offshore North West Aceh (Meulaboh) dan Offshore South West Aceh (Singkil) dengan komitmen investasi USD 30 juta (Rp470,4 miliar).

Dengan potensi migas di sekitarnya, sengketa empat pulau ini dinilai tidak hanya soal administrasi, tetapi juga kepentingan ekonomi strategis.

Pemerintah Aceh berharap Kemendagri mengembalikan status quo berdasarkan kesepakatan 1992 sebelum mengambil keputusan final.

Tags:
Kesepakatan 1992blok migas lepas pantaiKemendagriSumutSumatera Utarasengketa empat pulauAceh

Aldi Harlanda Irawan

Reporter

Aldi Harlanda Irawan

Editor