Doa Siapa yang Dikabulkan? Kisah Haru antara Cheetah yang Kelaparan dan Gazelle yang Ketakutan

Kamis 12 Jun 2025, 08:57 WIB
Seekor cheetah dan gazelle di padang savana, dua makhluk berbeda dengan doa yang sama tulusnya (Sumber: Instagram/@hypn0holic)

Seekor cheetah dan gazelle di padang savana, dua makhluk berbeda dengan doa yang sama tulusnya (Sumber: Instagram/@hypn0holic)

POSKOTA.CO.ID - Di tengah padang savana Afrika, seekor cheetah berlari kencang, mengejar harapannya untuk bertahan hidup. Dalam keheningan gerakannya, terdengar doa lirih: “Tuhan, aku lapar...” Tak jauh darinya, seekor gazelle berlari dengan segenap sisa tenaga, menghembuskan napas takut, “Tuhan, selamatkan aku...”

Pertanyaannya kemudian muncul: doa siapakah yang dikabulkan?

Pertanyaan ini bukan sekadar teka-teki spiritual atau perenungan metafisika. Ia adalah simbol dari ketegangan yang konstan dalam kehidupan antara harapan dan kenyataan, antara usaha dan takdir, antara peran sebagai yang mengejar dan sebagai yang dikejar.

Baca Juga: Strawberry Moon Juni 2025 Diprediksi Jadi Purnama Tercantik Tahun Ini, Simak Jadwal dan Lokasi Terbaik untuk Melihatnya

Doa: Harapan atau Klaim atas Takdir?

Melansir dari Instagram @hypn0holic, dalam pandangan religius maupun spiritual, doa kerap dipandang sebagai sarana permohonan kepada Yang Maha Kuasa.

Manusia berdoa untuk meminta perlindungan, rezeki, kesehatan, hingga keajaiban. Namun, ada satu aspek yang sering kali luput dari pemahaman umum: bahwa doa bukan jaminan atas hasil, melainkan proses kehadiran dan kesadaran.

Ketika seekor cheetah berdoa karena lapar, dan seekor gazelle berdoa karena takut, keduanya sedang mengajukan harapan kepada Tuhan dari posisi yang sama-sama genting.

Namun, Tuhan tidak menjatuhkan pilihan secara acak seperti melempar dadu. Tidak juga Dia memilih berdasarkan siapa yang lebih pantas secara kasatmata.

Yang bekerja di balik layar adalah harmoni kehidupan sebuah sistem besar yang memuat sebab-akibat, peran, dan keseimbangan yang lebih luas dari kepentingan personal.

Melampaui Perspektif Hitam-Putih

Dalam kehidupan manusia, kita pun mengalami dilema yang serupa. Seorang pekerja yang tekun bisa berdoa agar usahanya membuahkan hasil, sementara orang lain berdoa agar diberi kekuatan menghadapi kemunduran. Di sisi lain, seorang pasien memohon kesembuhan, sementara dokter memohon kesuksesan dalam pengobatan.

Kehidupan tidak dibagi dalam kubu menang dan kalah.

Kita semua memainkan peran. Kadang sebagai subjek yang memohon, di waktu lain sebagai objek dari permohonan orang lain. Karena itulah, ukuran keberhasilan doa bukan selalu tentang terkabul atau tidak melainkan tentang keterhubungan, keikhlasan, dan keterbukaan untuk menerima apa pun hasilnya.

Harmoni Semesta dan Narasi yang Tak Sederhana

Jika kita percaya bahwa semesta bukan panggung dari drama acak, maka kita juga percaya bahwa segala peristiwa memiliki peran dan makna dalam keseluruhan simfoni kehidupan.

Bahkan kejadian yang paling menyakitkan, pahit, atau tampaknya tidak adil pun, bisa menjadi bagian penting dari cerita yang lebih besar.

Mungkin hari ini si cheetah tidak berhasil mendapatkan mangsa. Ia tetap lapar, tapi hidup. Di sisi lain, gazelle berhasil selamat kali ini, namun ia tahu, ancaman akan selalu ada.

Dalam perspektif ini, bisa jadi keduanya dikabulkan, hanya dalam bentuk yang tidak sesuai harapan awal, tapi tepat untuk peran masing-masing.

Doa dan Peran: Memahami Posisi Kita dalam Skema Besar

Kita sering merasa doa kita lebih layak dikabulkan karena kita merasa telah bekerja keras, telah menderita lebih banyak, atau telah memohon dengan sangat tulus. Namun, jika semesta ini berjalan bukan dengan logika transaksi, melainkan dengan logika keseimbangan, maka kita perlu mengubah cara pandang.

Pertanyaannya bukan lagi: "Mengapa doaku belum dikabulkan?" melainkan Peran apa yang sedang kujalani dalam hidup ini?"

Apakah aku saat ini seperti cheetah yang sedang berjuang mendapatkan sesuatu yang layak? Ataukah aku seperti gazelle yang sedang bertahan dari ujian yang berat?

Ikhlas: Level Tertinggi dari Sebuah Doa

Dalam spiritualitas yang lebih dalam, doa bukan tentang “mendapat” sesuatu, tapi tentang “menyatu” dengan kehendak Ilahi. Doa yang tulus adalah doa yang melepaskan hasil, sambil tetap memperjuangkan sebab.

Ikhlas bukan menyerah. Ikhlas adalah bentuk pasrah yang aktif.
Ia tidak berhenti berusaha, tapi juga tidak menuntut hasil yang sesuai keinginannya.

Ketika doa menjadi ajang pertukaran: aku memberi keikhlasan, Tuhan memberi ketenangan—maka hasil bukan lagi menjadi tujuan utama, tetapi bonus dari hubungan yang penuh kehadiran antara makhluk dan Sang Pencipta.

Baca Juga: Strawberry Moon Juni 2025 Diprediksi Jadi Purnama Tercantik Tahun Ini, Simak Jadwal dan Lokasi Terbaik untuk Melihatnya

Refleksi: Sudahkah Kita Hadir Penuh dalam Doa Kita?

Sebagian besar orang berdoa dalam rutinitas. Bibir mengucapkan, tapi pikiran sibuk dengan ekspektasi. Tubuh menengadah, namun hati tidak hadir. Kita berharap sesuatu terjadi dari luar, padahal kekuatan doa juga datang dari dalam.

Apakah kita sudah benar-benar hadir ketika memohon?

Apakah kita berani melihat bahwa kadang, doa terbaik adalah ketika kita belajar menerima?

Sebagaimana cheetah dan gazelle, hidup tidak selalu tentang menang atau kalah.
Terkadang yang dibutuhkan adalah cukup: cukup tenaga untuk terus berlari, cukup harapan untuk tetap hidup.

Doa Siapa yang Seharusnya Dikabulkan?

Pertanyaan ini tidak butuh jawaban pasti. Ia ada untuk menyadarkan kita bahwa dalam dunia yang kompleks dan saling terhubung ini, doa bukan tentang menang atau kalah, tapi tentang keseimbangan dan kesadaran.

Ketika kamu berdoa, jangan hanya berharap dikabulkan. Berdoalah agar bisa memahami peranmu. Berdoalah agar tetap ikhlas, meski tak selalu paham rencana-Nya. Karena pada akhirnya, semua rasa lapar, takut, senang, sedih adalah cara semesta berbicara kepada kita.

Lalu, menurutmu doa siapa yang seharusnya dikabulkan?


Berita Terkait


News Update