Rolex dan Ayam Tiren Berada di Tangan Atlet: Ironi yang Membuka Mata Soal Nasib Atlet Indonesia

OLAHRAGA

Jam Tangan Rolex vs Ayam Tiren: Potret Kesenjangan Atlet Indonesia yang Kian Nyata

Rabu 11 Jun 2025, 11:22 WIB

POSKOTA.CO.ID - Pemberian jam tangan mewah bermerek Rolex oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Timnas Indonesia pasca kemenangan 1-0 atas China dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 6 Juni 2025 menyita perhatian banyak pihak.

Momen hangat di rumah dinas Prabowo di Kertanegara itu semula terlihat membanggakan, menjadi bentuk apresiasi terhadap perjuangan para pemain. Namun di balik euforia, terselip kritik tajam dari sesama atlet Indonesia.

Salah satunya datang dari mantan atlet wushu nasional, Lindswell Kwok. Lewat unggahan Instagram Story-nya, Lindswell menyoroti bahwa hadiah jam tangan Rolex hanyalah satu dari banyak bentuk perlakuan istimewa yang selalu diarahkan kepada sepak bola sebuah cabor yang dinilai "unggul karena popularitas, bukan prestasi."

“Sudah adil belum pemerintah dalam memfasilitasi atlet-atletnya?” – tulis Lindswell.

Lindswell menegaskan bahwa bentuk apresiasi ini mencerminkan politisasi olahraga, yang akhirnya berujung pada kesenjangan sistemik antar cabang olahraga.

Baca Juga: Akselerasi Transformasi Hijau, MSCI Naikkan ESG Rating Bank Mandiri Menjadi Skor AA

Sepak Bola: Cinta yang Terlalu Dalam?

Bukan rahasia lagi kalau sepak bola adalah cabang olahraga paling populer di Indonesia. Dalam banyak kesempatan, baik pemerintah pusat maupun daerah terlihat lebih cepat dan agresif dalam mendukung event sepak bola ketimbang cabor lainnya.

Namun, data yang disampaikan Lindswell justru memperjelas ketimpangan tersebut:

Perbandingan itu sangat mencolok, terlebih jika kita mengingat bahwa atlet-atlet non-sepak bola sering kali meraih prestasi internasional, bahkan mengharumkan nama Indonesia di ajang seperti Asian Games atau Olimpiade.

Ketika Atlet Binaraga Harus Pilih “Ayam Tiren”

Kisah berbeda tapi senada datang dari Kabupaten Malang, Jawa Timur, di mana atlet binaraga yang tengah mempersiapkan diri untuk Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2025 terpaksa mengonsumsi ayam tiren bangkai ayam yang sudah mati sejak kemarin demi memenuhi asupan protein mereka.

“Kita tahu itu tidak boleh secara kesehatan maupun agama. Tapi kita enggak punya pilihan lain,” kata Indra Khusnul, Ketua PBFI Kabupaten Malang.

Kondisi ini menyedihkan sekaligus mengkhawatirkan. Video yang viral di media sosial menunjukkan dua atlet sedang mencuci dan menyiapkan ayam tiren untuk dimasak.

Menurut Indra, dana dari pemerintah hanya mencukupi 10 persen dari total kebutuhan, dan ia sudah mengorbankan dana pribadi selama ini.

Kontras yang Terlalu Tajam

Coba bayangkan satu kelompok atlet merayakan kemenangan dengan jam tangan Rolex, sementara yang lain mengunyah ayam tiren agar tetap bugar.

Ini bukan hanya ironi ini realitas menyakitkan yang terjadi ketika sistem pengelolaan olahraga tidak berpihak pada keadilan.

Apa jadinya jika prestasi hanya menjadi “bonus tambahan” sementara faktor popularitas yang menentukan nasib dan dukungan?

Lindswell: Bukan Soal Iri, Tapi Soal Keadilan

Lindswell Kwok dengan tegas mengatakan bahwa kritiknya bukan ditujukan kepada para atlet sepak bola atau fans mereka. Kritik itu ditujukan kepada pemerintah dan pemangku kebijakan yang gagal mengalokasikan dukungan secara merata.

“BTW, kalian enggak tahu kan berapa biaya untuk naturalisasi atlet dan berapa gaji pelatih dan atlet Indonesia?” tulisnya.

Ia juga menyayangkan bagaimana atlet junior yang sedang menjalani Pelatnas untuk Youth Olympic Games 2026 justru dipulangkan via Zoom hanya karena alasan efisiensi anggaran. Artinya, dari hulu ke hilir, sistem dukungan terhadap atlet non-sepak bola memang belum berpihak.

Solusi atau Sekadar Retorika?

Jika pemerintah ingin menunjukkan bahwa semua atlet adalah pahlawan bangsa, maka sistemnya juga harus berpihak adil:

Selain itu, dibutuhkan peran lebih besar dari Kemenpora dan KONI untuk mendorong pemerataan serta membuka ruang aspirasi dari berbagai cabang olahraga.

Momen viral seperti ini seharusnya bisa menjadi pemicu perubahan, bukan sekadar jadi topik obrolan media sosial yang berlalu begitu saja.

Baca Juga: Berapa Gaji Guru Sekolah Rakyat? Ternyata Segini Nominalnya

Apa Kata Warganet?

Respons publik pun beragam. Banyak yang mendukung kritik Lindswell dan mengaku baru tahu betapa timpangnya perhatian yang diberikan kepada cabor non-sepak bola.

Di sisi lain, ada juga yang menyayangkan bahwa momen positif Timnas malah dibayangi kritik terhadap kebijakan yang tidak menyasar mereka.

Namun pada intinya, perbincangan ini penting untuk membuka diskusi nasional soal prioritas dan keadilan dalam pembangunan olahraga.

Olahraga seharusnya menjadi alat pemersatu dan kebanggaan bangsa, bukan alat politik atau pencitraan semata. Baik atlet sepak bola, binaraga, wushu, hingga atletik, semua memiliki porsi perjuangan yang layak diapresiasi secara adil dan bermartabat.

Jika kita bisa memberi jam tangan mahal sebagai simbol kemenangan, maka mari pastikan tidak ada atlet kita yang harus makan ayam tiren demi sekadar bertahan.

Tags:
Prabowo Subianto TimnasTimnas Indonesia Ayam tiren atletAtlet binaraga MalangKesenjangan olahraga IndonesiaJam tangan Rolex TimnasAtlet Indonesia

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor