Fenomena "Manusia Tikus" di Kalangan Gen Z: Istirahat atau Pelarian dari Realitas? (Sumber: Pinterest)

GAYA HIDUP

Fenomena Manusia Tikus di China: Cara Baru Gen Z Melawan Tekanan Mental yang Mengejutkan Psikolog

Rabu 11 Jun 2025, 16:40 WIB

POSKOTA.CO.ID - Dalam era yang menuntut kecepatan dan produktivitas tanpa henti, muncul sebuah fenomena unik di tengah generasi muda, khususnya Gen Z di Tiongkok, yang dikenal dengan istilah manusia tikus.

Julukan ini merujuk pada perilaku sejumlah anak muda yang menjalani hidup dalam pola yang tampak pasif: bangun siang, berdiam di tempat tidur, bermain gim atau media sosial, lalu kembali tidur.

Meski sepintas terkesan sebagai gaya hidup yang tidak produktif, fenomena ini menyimpan makna mendalam mengenai cara generasi muda merespons tekanan, ekspektasi sosial, serta kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.

Baca Juga: Nadiem Makarim Buka Suara: Alasan Pilih Chromebook di Tengah Dugaan Korupsi Proyek Rp9,9 Triliun

Makna di Balik Gaya Hidup “Manusia Tikus”

Psikolog klinis Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., mengungkapkan bahwa fenomena ini bukan sekadar bentuk kemalasan, melainkan refleksi dari mekanisme adaptif yang dijalani Gen Z dalam menghadapi tekanan. Alih-alih memaksakan diri terus bekerja, mereka memilih berhenti sejenak untuk memulihkan energi mental.

Berbeda dengan generasi sebelumnya yang kerap menjunjung tinggi etos kerja tanpa henti, Gen Z menunjukkan keberanian untuk mengatakan "cukup" ketika mereka merasa lelah. Ini menandakan kesadaran akan kesehatan mental yang lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya.

Respons Terhadap Burnout: Istirahat sebagai Strategi, Bukan Pelarian

Dalam konteks burnout atau kelelahan mental, Gen Z cenderung meresponsnya dengan menarik diri. Mereka tidak melihat kelelahan sebagai kondisi yang harus dilawan melalui kerja lebih keras, melainkan sebagai sinyal tubuh dan pikiran untuk berhenti sejenak.

Fenomena “manusia tikus” merepresentasikan sebuah pilihan sadar: bahwa istirahat adalah bagian dari kelangsungan hidup yang sehat. Pola ini menjadi bentuk perlindungan diri dari stres kronis, bukan indikasi kemalasan atau ketidakmampuan untuk bersaing.

“Generasi ini sadar bahwa kesehatan mental adalah aset utama yang harus dijaga, bukan sesuatu yang dikorbankan demi mengejar produktivitas semu,” jelas Adelia.

Budaya Produktivitas Versus Kesehatan Mental

Budaya kerja yang mendewakan produktivitas telah lama mengakar dalam masyarakat modern, termasuk di Asia Timur. Namun, perubahan generasi membawa serta pergeseran nilai. Gen Z cenderung mempertanyakan norma tersebut dan memilih pendekatan yang lebih seimbang.

Dalam dunia yang terus bergerak cepat, mereka memperlambat langkah bukan karena tidak mampu mengikuti, tetapi karena ingin tetap utuh dalam jangka panjang. Ini adalah bentuk resistensi terhadap tekanan yang datang dari luar, termasuk keluarga, institusi pendidikan, dan tempat kerja.

Risiko Ketika Istirahat Menjadi Pelarian

Meski begitu, tidak dapat diabaikan bahwa pola hidup “manusia tikus” juga menyimpan potensi risiko jika tidak diiringi dengan kesadaran dan niat untuk kembali bangkit. Istirahat sehat berbeda dengan pelarian dari tanggung jawab.

Adelia mengingatkan bahwa menarik diri dari rutinitas seharusnya bersifat sementara dan strategis. Ketika menjadi kebiasaan jangka panjang tanpa arah, pola ini justru dapat memperburuk kondisi mental, menambah rasa tidak berdaya, dan memperbesar jurang ketertinggalan.

Keseimbangan antara Pemulihan dan Tanggung Jawab

Keseimbangan adalah kata kunci. Gen Z perlu mengembangkan pemahaman bahwa menjaga kesehatan mental tidak berarti menghindari tanggung jawab, melainkan mencari cara agar keduanya bisa dijalankan secara bersamaan.

Strategi seperti mengatur ulang prioritas, menetapkan batasan sehat dalam hubungan sosial dan profesional, serta mencari bantuan psikologis, menjadi pendekatan yang lebih konstruktif daripada sekadar bersembunyi di balik layar ponsel atau tempat tidur.

“Pemulihan adalah bagian dari proses. Tapi proses itu harus tetap mengarah pada perbaikan, bukan stagnasi,” tambah Adelia.

“Manusia Tikus”: Cerminan Perubahan Sosial Global

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Tiongkok. Di banyak negara lain, termasuk Indonesia, pola serupa mulai muncul. Gen Z sebagai generasi digital menghadapi tekanan yang bersifat simultan dan konstan, dari media sosial, tuntutan ekonomi, hingga ketidakpastian masa depan.

Dengan cara mereka sendiri, mereka mencoba bertahan. Mereka mencari ruang aman di tengah keramaian, tempat di mana mereka tidak harus berpura-pura kuat atau sempurna. Gaya hidup ini pun menjadi semacam bentuk protes diam terhadap sistem yang dianggap tidak manusiawi.

Generasi dengan Narasi Baru

Gen Z adalah generasi yang mengubah narasi hidup. Mereka tidak ingin diukur hanya berdasarkan pencapaian eksternal, tetapi juga ingin dihargai atas keberanian mereka menjaga diri sendiri.

Istirahat bukan lagi tanda kelemahan, tetapi tanda keberanian untuk menyadari batas diri. Mereka mengajarkan bahwa kadang yang dibutuhkan bukanlah dorongan untuk terus maju, melainkan keberanian untuk berhenti sejenak.

Baca Juga: Pedagang Pasar Bersih Telaga Mas Bekasi Coba Peruntungan Baru, Optimis Pengunjung Ramai

Solusi dan Pendekatan Positif

Menghadapi fenomena ini, perlu ada pendekatan yang bijak dari berbagai pihak—keluarga, institusi pendidikan, dan dunia kerja. Beberapa langkah yang bisa diterapkan antara lain:

Fenomena “manusia tikus” di kalangan Gen Z adalah refleksi kompleks dari tantangan hidup modern, tekanan sosial, dan kesadaran baru tentang pentingnya kesehatan mental.

Alih-alih dipandang sebagai bentuk kemalasan, pola ini perlu dimaknai sebagai bentuk adaptasi dan upaya bertahan dalam dunia yang penuh tekanan.

Namun, keseimbangan tetap diperlukan. Istirahat memang penting, tetapi harus disertai dengan niat untuk kembali melangkah dan menjalani hidup secara bertanggung jawab. Gen Z, dengan segala dinamika dan pendekatan uniknya, tengah mengajarkan kita semua tentang arti keberlanjutan dalam kehidupan bahwa bertahan tidak selalu berarti berlari, kadang cukup dengan diam sejenak dan bernapas.

Tags:
tekanan hidupgaya hidup pasifburnoutkesehatan mentalGen Zmanusia tikus

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor