POSKOTA.CO.ID - Film dokumenter yang tayang perdana di Australia ini mengklaim mengangkat perspektif investigatif baru, menampilkan wawancara eksklusif dengan Jessica Wongso. Disutradarai oleh jurnalis senior Liam Bartlett, dokumenter tersebut disebut-sebut telah ditonton lebih dari dua juta kali dalam minggu pertama penayangan.
Dalam wawancara berdurasi hampir satu jam, Jessica tampil dengan ekspresi tenang namun tak sepenuhnya bebas mengungkapkan pandangan pribadinya. Hal ini dikarenakan statusnya yang masih menjalani pembebasan bersyarat hingga tahun 2032, sehingga secara hukum ia tidak memiliki kebebasan penuh untuk memberikan komentar bebas mengenai kasusnya.
Menurut Simon Butt, profesor hukum dari University of Sydney, dokumenter tersebut dinilai cenderung berpihak pada narasi pengadilan, tanpa secara menyeluruh membahas titik-titik keraguan yang sebelumnya sempat diangkat oleh publik dan pengamat hukum independen.
Baca Juga: ATM di Sawangan Depok Dibobol Maling, Uang Ratusan Juta Raib
Kasus yang Mengguncang Indonesia: Kronologi dan Putusan
Tragedi kematian Wayan Mirna Salihin terjadi pada 6 Januari 2016. Dalam persidangan yang disiarkan secara nasional, jaksa menuduh Jessica memasukkan sianida ke dalam kopi Vietnam yang dipesan oleh Mirna di kafe Olivier, Grand Indonesia.
Mirna mengalami kejang hebat tak lama setelah menyeruput kopi tersebut, dan dinyatakan meninggal dunia beberapa saat kemudian.
Jessica Kumala Wongso, yang kala itu merupakan warga tetap Australia, dibawa ke persidangan dengan tuduhan pembunuhan berencana.
Pengadilan menyatakan Jessica bersalah dan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara berdasarkan kesimpulan dari bukti-bukti tidak langsung, termasuk rekaman CCTV, rekam jejak psikologis, serta dugaan motif pribadi.
Kontroversi Lama dan Ketidakjelasan Bukti
Meskipun pengadilan telah memvonis Jessica secara resmi, sejumlah pihak terus mempertanyakan integritas pembuktian kasus ini. Salah satu sorotan utama adalah tidak adanya otopsi menyeluruh terhadap tubuh korban, serta minimnya bukti laboratorium terkait keberadaan sianida dalam jumlah mematikan di dalam kopi.
Film dokumenter ini dinilai tidak mengangkat secara objektif celah-celah tersebut. Beberapa pakar forensik sebelumnya menyatakan bahwa kadar sianida yang ditemukan dalam lambung Mirna berada pada level normal, bahkan mungkin disebabkan oleh faktor eksternal yang tidak berasal dari kopi.
Respons Tim Produksi dan Hukum Jessica
Menanggapi tudingan keberpihakan, tim produksi Spotlight menyatakan bahwa semua proses wawancara dilakukan secara sah dan profesional. Mereka menegaskan bahwa Jessica bersedia diwawancarai setelah konsultasi dengan tim hukumnya, dan selama proses pengambilan gambar, seorang pengacara juga hadir mendampingi.
Jessica sendiri dalam dokumenter menyebut bahwa banyak narasi yang beredar selama ini tidak mencerminkan realitas dirinya. Ia membantah tuduhan menyimpan atau menghilangkan bukti, termasuk soal celana panjang yang sempat dikaitkan dengan residu sianida. Dalam wawancara, Jessica menjelaskan bahwa celana tersebut dibuang karena rusak dan tidak relevan dengan kasus yang dituduhkan.
Pandangan Pengacara Indonesia: Fakta Hukum Harus Diutamakan
Pengacara Indonesia Ranto Sibarani menyatakan bahwa publik perlu kembali mengingat bahwa keputusan pengadilan didasarkan pada prosedur hukum yang sah dan bukti yang diverifikasi. Dalam keterangannya kepada media, Ranto menganggap bahwa dokumenter tersebut berisiko menimbulkan kebingungan publik jika tidak menyertakan konteks lengkap proses peradilan Indonesia.
Ranto juga mengingatkan bahwa Jessica merupakan sosok yang sangat berhati-hati dan cerdik dalam mengatur narasi publik. Ia menegaskan bahwa barang bukti seperti celana panjang yang diduga memiliki residu sianida sempat dilaporkan hilang sebelum bisa diperiksa secara forensik.
Menurutnya, teori konspirasi dan simpati berlebihan terhadap terpidana hanya akan mengaburkan prinsip dasar keadilan. Ia menyarankan agar semua pihak menunggu hingga proses hukum banding terakhir benar-benar selesai sebelum memberikan komentar.
Baca Juga: Alasan Kejagung Cekal Dirut Sritex Iwan Kurniawan ke Luar Negeri
Antara Simpati dan Skeptisisme: Publik Terbelah
Sejak awal, kasus ini memang membelah publik dalam dua kubu utama: mereka yang yakin bahwa Jessica tidak bersalah, dan yang percaya bahwa pengadilan sudah mengambil keputusan benar berdasarkan bukti.
Di tengah maraknya konten media sosial dan dokumenter seperti ini, ruang diskusi publik pun kembali terbuka. Beberapa aktivis HAM menilai bahwa sistem peradilan Indonesia masih memiliki tantangan dalam hal transparansi dan ketergantungan pada bukti tidak langsung. Namun, di sisi lain, banyak pula yang berpendapat bahwa pengadilan sudah mengedepankan prinsip kehati-hatian dan prosedur yang akurat.
Kehadiran dokumenter ini, meski menjadi ruang refleksi, juga memicu kekhawatiran soal bagaimana media dapat membentuk opini masyarakat berdasarkan narasi tertentu yang tidak selalu faktual secara hukum.
Meskipun Jessica Kumala Wongso telah menjalani delapan tahun masa hukumannya dan kini berada dalam masa pembebasan bersyarat, babak hukum dan sosial dari kasus ini belum sepenuhnya selesai.
Banding terakhir yang diajukan ke Mahkamah Agung membuka kemungkinan untuk mengkaji ulang aspek-aspek penting dalam penanganan perkara ini.
Publik pun dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah narasi media mampu mengubah pemahaman hukum yang telah ditetapkan? Atau justru menjadi bumerang yang memperkeruh kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan?
Apa pun jawabannya, satu hal yang pasti: kasus pembunuhan Mirna Salihin melalui kopi es yang diduga mengandung sianida akan terus menjadi studi kasus penting tentang keadilan, media, dan bagaimana narasi dibentuk serta diwariskan dalam ingatan kolektif masyarakat.