POSKOTA.CO.ID - Peristiwa kecelakaan tragis terjadi pada 24 Mei 2025 dini hari di Jalan Palangan, Sleman, Yogyakarta.
Dalam insiden ini, Argo Aricko Achfandi, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2024, meninggal dunia setelah diduga ditabrak oleh sebuah mobil BMW dengan nomor polisi B-1442-NAC dari arah belakang.
Menurut berbagai laporan, Argo baru saja pulang dari kegiatan kampus dan tengah mengendarai sepeda motor saat insiden terjadi.
Kecelakaan tersebut menyebabkan korban meninggal di tempat kejadian, memicu duka mendalam di kalangan akademisi dan masyarakat umum.
Sosok Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan di Tengah Sorotan
Nama Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan menjadi viral setelah dikaitkan sebagai pengemudi dari kendaraan BMW yang terlibat dalam kecelakaan.
Meski belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian, berbagai akun media sosial dan warganet menyebutkan bahwa Christiano diduga adalah sosok di balik kemudi mobil tersebut.
Identitas lengkapnya yang unik serta dugaan latar belakangnya sebagai mahasiswa IUP (International Undergraduate Program) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM turut menambah atensi publik.
Dalam banyak unggahan, netizen juga mengungkap bahwa ayah Christiano, berinisial SB Tarigan, diduga menjabat sebagai direktur di sebuah perusahaan pembiayaan besar di Indonesia.
Kondisi ini memperkuat persepsi publik tentang adanya privilege sosial yang bisa memengaruhi proses hukum, sehingga mendorong masyarakat untuk terus memantau perkembangan kasus ini secara kritis.
Reaksi Kampus dan Netizen atas Peristiwa Tragis Ini
Menanggapi kabar duka tersebut, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM turut menyampaikan belasungkawa melalui akun resmi media sosialnya, @feb_ugm. Dalam unggahannya, pihak FEB menulis:
“FEB UGM menyampaikan dukacita yang mendalam atas meninggalnya Argo Ericko Achfandi mahasiswa FH UGM dalam insiden kecelakaan.”
Namun, pernyataan ini justru memicu gelombang kritik dari netizen. Banyak pengguna media sosial menyoroti ketiadaan penyebutan nama Christiano dalam pernyataan resmi tersebut, bahkan mempertanyakan hubungan FEB UGM dengan korban.
Komentar-komentar tajam seperti:
- “Lucu kalian tidak sebut nama dia sama sekali. Atau kalian lebih takut dengan ayahnya direktur F** itu?”
- “Yang nabrak korban anak IUP FEB UGM,”
menjadi representasi keresahan publik terhadap potensi adanya bias atau pengaruh dari latar belakang sosial pelaku dalam proses penegakan hukum dan etika akademik.
Isu Keadilan dan Privilege Sosial dalam Sorotan Publik
Kasus ini membuka kembali diskursus publik mengenai ketimpangan sosial dan keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia.
Isu mengenai anak pejabat atau tokoh berpengaruh yang terlibat kasus hukum namun kerap “lolos” dari jerat pidana menjadi kekhawatiran tersendiri.
Dalam konteks ini, netizen menilai bahwa latar belakang Christiano yang berasal dari keluarga berada, serta posisinya sebagai mahasiswa program internasional di universitas ternama, bisa saja mempengaruhi objektivitas penyelidikan jika tidak diawasi secara transparan.
Tuntutan Transparansi dan Keadilan dari Masyarakat
Tekanan dari masyarakat tidak hanya tertuju pada pihak keluarga pelaku, tetapi juga institusi akademik dan aparat penegak hukum. Masyarakat menuntut agar:
- Pihak kepolisian melakukan penyelidikan secara transparan dan adil.
- UGM sebagai institusi pendidikan memberikan klarifikasi lebih lanjut, serta menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan keadilan.
- Media massa turut mengawal perkembangan kasus ini secara netral dan informatif.
Sorotan tajam ini mencerminkan meningkatnya kesadaran publik terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kasus hukum, terutama yang menyangkut ketimpangan kelas sosial.
Baca Juga: Pemkot Bekasi Tunda Pembongkaran Bangunan Liar di Sekitar Unisma, Ada Apa?
Etika Media Sosial dan Risiko Doxing
Kasus ini juga memperlihatkan bagaimana cepatnya informasi menyebar melalui media sosial, termasuk identifikasi pribadi seseorang sebelum adanya konfirmasi resmi dari aparat hukum.
Fenomena ini dikenal sebagai doxing, yakni menyebarkan informasi pribadi seseorang secara publik dengan maksud memberi tekanan sosial.
Meskipun niatnya untuk menuntut keadilan, tindakan ini tetap memiliki risiko pelanggaran privasi, apalagi jika informasi yang disebarkan belum diverifikasi kebenarannya. Masyarakat diimbau untuk bersikap bijak dalam bermedia sosial, tidak terjebak pada amarah sesaat, serta tetap menghormati proses hukum yang berlaku.
Kasus Christiano Tarigan dan kecelakaan yang merenggut nyawa Argo Achfandi menjadi refleksi penting bagi masyarakat Indonesia.
Tragedi ini tidak hanya menyangkut nyawa manusia, tetapi juga mempertanyakan kembali integritas sistem hukum, keadilan sosial, dan peran institusi pendidikan dalam membentuk moralitas generasi muda.
Harapan publik kini bertumpu pada keberanian dan kejujuran semua pihak baik aparat, kampus, maupun media untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, dan bahwa keadilan bukanlah hak istimewa, melainkan hak setiap warga negara.