Ini tidak saja menyangkut kewenangan, juga masalah anggaran yang tersedia, apalagi di tengah efisiensi anggaran, di mana setiap instansi, daerah, tentu harus mengelaborasi program sesuai anggaran yang tersedia.
Jangan sampai, misalnya program pro rakyat yang telah lama dicanangkan di suatu daerah ditunggu-tunggu masyarakat, menjadi terkendala karena anggaran tersedot kebijakan populis yang digulirkan oleh pejabat yang lebih tinggi kewenangannya.
Kebijakan populis diperlukan guna membangun citra kepada publik bahwa sebagai pejabat dengan cepat dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi warganya, sekaligus membuktikan dirinya telah menyerap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Hanya saja kebijakan populis itu hendaknya tetap selaras dengan kepentingan masyarakat yang lain, tersedia sarana, prasarana dan dana. Jangan karena ingin mendapat pujian dan sanjungan, kepentingan lain yang lebih besar bagi masa depan umat, terabaikan, dikorbankan.
Yang hendak kami sampaikan, kebijakan populis itu penting, tetapi tak kalah pentingnya kebijakan yang bersifat strategis.
Boleh jadi kebijakan populis dengan cepat mendapatkan pujian, di sisi lain kebijakan strategis menuai kritikan. Tapi, bukankah pujian dapat memabukkan jika diterima dengan kesombongan, sedangkan kritikan akan menguatkan dan memotivasi untuk berbuat lebih baik lagi bagi bangsa dan negara.
Di sinilah perlunya para elite politik mengembangkan sikap legowo menerima kritikan, dengan ikhlas dan sabar menerima segala sesuatu yang terjadi, meski saat ini tidak sesuai ekspektasi.
Tak kalah pentingnya merefleksi diri pribadi. Sebuah perenungan atas kesalahan yang bersumber dari hati, diri pribadi atau karena faktor lingkungan terhadap kebijakan yang telah dan akan digulirkan.
Memetakan persoalan rakyat, mengevaluasi kebijakan yang kurang strategis, hanya menguntungkan sementara orang, menjadi lebih strategis, memberi manfaat kepada banyak orang, serta menyelaraskan kebijakan populis dan strategis.
Yang strategis menjadi populis, dalam artian mendapat respons positif dan dukungan banyak pihak, bukan hanya hanya di tataran kebijakan , tetapi pelaksanaan di lapangan.
Di sinilah perlunya menekankan integritas dalam bertransformasi dengan lingkungan sosial, termasuk dalam menggulirkan kebijakan. Integritas adalah cerminan keteguhan hati dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan, di tengah situasi era kini yang serba instan, pragmatis dan cenderung konsumtif.
Di era kemajuan digital dengan beragam dinamika yang ikut menyertainya,. hendaknya para pemimpin tetap meneguhkan integritas dengan menggulirkan kebijakan yang mengakar, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.