Bola Politik Kian Bergulir  

Kamis 16 Nov 2023, 09:34 WIB

Itulah sebabnya dalam sepakbola “sportivitas” menjadi rujukan utama. Sportif adalah sikap adil – jujur terhadap lawan. Sikap bersedia mengakui keunggulan (kekuatan,kebenaran) lawan. Sikap mengakui kekalahan (kelemahan, kesalahan) sendiri. 

Mengedepankan kejujuran itulah sportivitas, itulah politik dalam sepakbola yang sudah dianut para pemainnya sejak dulu kala.

Menafikkan adanya sikap maunya menang sendiri, benar sendiri, unggul sendiri, dan hebat sendiri. Dengan keangkuhannya tersebut, merasa dirinya yang unggul, sudah dinyatakan kalah, direspons karena ada kecurangan. Itulah yang disebut mencari – cari kesalahan orang lain untuk pembenaran diri sendiri.

Sikap ini jelas tidak selaras dengan sportivitas. Tak sejalan dengan nilai – nilai dalam kompetisi yang menjunjung tinggi demokrasi, di negeri Pancasila yang mengajarkan saling menghormati dan menghargai, termasuk menghargai keunggulan lawan kompetisi.
 
Standar Etika dan Moral
Konon, sepakbola yang sejak awal dimulai di Tiongkok Kuno, dikhususkan untuk membina kejujuran atau sportivitas serta standar etika dan moral bagi para militer melalui pelatihan fisik dan mental untuk menunjang semangat tempur prajurit.

Maknanya tidak hanya kejujuran dan sportivitas, juga menekankan adanya etik dan moral dalam pertandingan. 

Jika kita sepakat pemilu diibaratkan sebagai pertandingan sepakbola, maka tak hanya kejujuran, sportivitas, dan taat aturan yang dikedepankan, etika dan moral harus tetap melekat dalam setiap gerak kompetisi. 

Dalam politik kita kenal fatsun politik yang harus dijalankan agar menghasilkan pemenang pertandingan yang beretika dan bermoral. Pemenang yang dikenang sepanjang masa.

Ingat, di sekeliling lapangan hadir suporter, tetapi di luar stadion terdapat banyak penonton yang menyasikan laga. Tim yang buruk dan bermain kotor akan dicemooh dan ditinggalkan.

Karena itu, kontestan yang berlaga, selain sportif, beretika dan bermoral, juga harus bersikap satria. Siap menang dan siap kalah dengan jiwa besar dan legowo. Apapun keputusan rakyat dalam proses pemilihan pemimpin harus dihormati, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini. (Azisoko)


 

Berita Terkait

News Update