Bangkrutnya 3 Bank di AS, Apa Dampaknya Pada Sektor Perbankan di Indonesia?

Rabu 29 Mar 2023, 19:00 WIB
Silicon Valley Bank di Santa Clara California pada 10 Maret 2023.

Silicon Valley Bank di Santa Clara California pada 10 Maret 2023.

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Tiga bank di Amerika Serikat beberapa waktu lalu dinyatakan bangkrut.

Yakni Silicon Valley Bank, Silvergate Bank, dan Signature Bank.

Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira mengemukakan ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari bangkrutnya ketiga bank di Amerika Serikat tersebut.

Dia menyebutkan perbankan dengan skala kecil ternyata bisa memiliki risiko yang cukup sistemik terhadap sistem perbankan secara keseluruhan. Karena itu pemerintah tidak bisa menganggap enteng peristiwa tersebut.

“Kita tidak bisa mengentengkan, bukan hanya bank umum besar yang kemudian memiliki risiko sistemik, tetapi juga bank yang skalanya lebih kecil bahkan fintech misalnya. Itu semua perlu diwaspadai juga oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan. Karena selama ini pengawasan misalnya di sektor keuangan digital masih relatif lebih longgar,” ucapnya seperti dikutip dari VOA pada Senin (27/3/2023).

Dia melanjutkan,”Kita tahu banyak masalah yang dialami di sektor keuangan digital. Entah fintech kemudian bank digital masih banyak yang harus disempurnakan dalam hal regulasi dan pengawasan.”

Bhima Yudhistira menjelaskan model bisnis yang digunakan Silicon Valley Bank (SVB) berfokus terhadap pembiayaan perusahaan rintisan atau pembiayaan kepada aset digital. Ini perlu diwaspadai oleh pihak regulator. Pasalnya ada beberapa perbankan di Indonesia yang memiliki anak usaha atau modal ventura yang juga bergerak di aset digital dan mendanai berbagai perusahaan rintisan.

Situasi saat ini secara psikologis berdampak terhadap investor. Banyak investor mulai berasumsi risiko di sektor keuangan semakin meningkat sehingga mereka mulai menggeser investasi mereka ke sektor yang cenderung aman.

“Jadi perpindahan dari efek psikologis inilah yang kemudian punya dampak terhadap ekonomi Indonesia. Jadi terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa efeknya kecil dari kejadian SVB dan kawan-kawannya terhadap perbankan kita,” terangnya.

Bhima Yudhistira membenarkan bahwa peristiwa bangkrutnya bank di negara adidaya tersebut bisa juga terjadi di Indonesia,

Dia menilai kondisi perekonomian di Amerika Serikat sebenarnya sedang mengalami pemulihan. Ini nampak dari tingkat inflasi yang mulai melandai dan tingkat pengangguran yang turun.

Namun masih saja ada bank yang gagal memenuhi kewajibannya sehingga pemerintah jangan terlalu percaya diri mengingat ekonomi Indonesia juga belum pulih 100 persen dari pandemi.

Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan kecukupan modal perbankan, hubungan antara perbankan, dan sektor digital.

“Kita memang ingin startup terus tumbuh. Tetapi tidak boleh sembarangan mendanai startup. Tergantung dari startup apakah masih merugi, apakah sudah profit? Jadi banyak pertimbangan dari sisi pendanaan sehingga risiko itu bisa dimitigasi dengan baik, tidak menular kepada simpanan, dan terakhir adalah memastikan bahwa kondisi di Amerika karena sebagian besar simpanan di SVB misalnya tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Ini juga perlu kita awasi bagaimana misalnya bank-bank yang menawarkan bunga yang relatif tinggi misalnya dan tidak dilindungi oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Itu juga perlu dilakukan teguran dan sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan sehingga benar-benar dana simpanan deposan dilindungi,” jelasnya.

Pelajaran penting lainnya yang bisa diambil dari peristiwa tersebut adalah BI tidak boleh terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga.

Menurutnya, salah satu penyebab dari bangkrutnya ketiga bank tersebut adalah kenaikan tingkat suku bunga acuan.

“Maka suku bunga acuan ya kalau perlu ada kenaikan. Ya kenaikannya relatif moderat, sehingga tidak memukul sektor keuangan,” pungkas Bhima Yudhistira. ***

Berita Terkait

Pakaian Bekas Impor, Ini Kata Pengamat

Kamis 30 Mar 2023, 21:30 WIB
undefined

News Update