Uniknya, jika anak-anaknya berhasil, mereka tidak kembali lagi. Mereka justeru memboyong orangtua dan sanak keluarganya merantau, sebagaimana layaknya masyarakat Minangkabau dengan pantunnya “Karatau Madang di Hulu, Babuah Babungo Balun, Marantau Bujang Dahulu, di Rumah Paguno Balun”.
Sudah menjadi tradisi, anak-anak Tionghoa Bukittinggi disekolahkan di Kota Padang dan kota-kota besar lainnya.
Masyarakat Tionghoa di Kota Bukittinggi jumlahnya juga relatif sedikit. Anggota komunitasnya hanya berkisar 100 kepala keluarga yang tergabung dalam organisasi HTT dan Himpunan Bersatu Teguh (HBT), yang berpusat di Padang.
Dua organisasi paguyuban ini memunyai cabang di Padang Panjang, Payakumbuh, Bukittinggi dan Pekanbaru.
Masyarakat Tionghoa di Bukittinggi, sebagian sudah berusia 40 tahun ke atas. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi itu, sulit bagi mereka untuk melakoni gelaran seni tari yang disertai arak-arakan, yang memang menguras banyak energi.
Akibatnya, seni tradisional yang agung itu, mengalami mati suri setelah muncul konon sekitar tahun 1975, untuk yang terakhir kalinya.
Ajie Sutiono yang juga seorang wiraswasta mengeluhkan terjadinya krisis generasi muda khususnya yang usia remaja, untuk melanjutkan dan mengembangkan seni budaya yang menjadi warisan nenek moyang mereka.
Ia bahkan pernah mengimbau agar anak-anak remaja dan pemuda Tionghoa segera kembali ke tanah kelahirannya Bukittinggi, jika selesai melanjutkan pendidikan.
“Tapi rata-rata mereka tidak mau kembali ke Bukittinggi,” ucap Ajie dengan tatapan kosong. Kegelisahan seorang Ajie juga tercermin di raut wajahnya yang sudah memasuki usia senja.
Sepertinya, imbauan itu perlu diperkuat dengan komitmen Pemerintah Kota Bukittinggi agar pengembangan budaya tradisional Tionghoa dapat dilestarikan.
Dengan demikian, pertunjukkan seni tradisional Tionghoa dapat menambah khasanah seni budaya Indonesia dan menjadi simbol akulturasi antara warga Tionghoa kelahiran Bukittinggi dengan anak nagari.
Kita juga tidak bisa menafikan keindahan Tari Barongsai Indonesia yang pernah mendapat juara lima dunia pada kejuaraan barongsai internasional di Genting Highland Malaysia, pada 1999.