JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kasus-kasus mafia tanah berulang kali terjadi. Terakhir yang cukup menarik perhatian publik, yakni kasus yang dialami keluarga artis Nirina Zubir.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai, terus berulangnya kasus mafia tanah lantaran terjadi pembiaran oleh negara. Hal ini menjadi pertanda mendesaknya evaluasi menyeluruh atas kepemimpinan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil.
Terlebih, dalam kasus sengketa tanah, banyak melibatkan oknum pegawai BPN sendiri. Kerja sama oknum internal ATR/BPN dengan mafia tanah mengindikasikan tidak berhasilnya revolusi mental di lembaga negara tersebut. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab Menteri ATR/BPN.
“Kalau tidak mundur, sebaiknya Jokowi mereshuffle Sofyan Djalil. Harapannya agar ATR/BPN nantinya diisi menteri yang mumpuni dalam melakukan revolusi mental di internalnya dan berani memberantas mafia tanah,” kata Jamiluddin dalam keterangannya, Jumat (26/11/2021).
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah juga menyarankan senada, agar Presiden Joko Widodo mengganti Sofyan Djalil. Alasannya, Menteri ATR/BPN gagal memanajemen tubuh Kementerian ATR/BPN.
Sofyan dianggapnya gagal memilih pimpinan ATR/ BPN di wilayah yang berintegritas. Sebab sejumlah kepala wilayah (kanwil) BPN turut menjadi bagian sindikat mafia tanah.
"Menterinya harus diganti. Karena banyak sekali kecolongan-kecolongan di tubuh kementerian yang dipimpinnya," kata Trubus, kepada wartawan, Kamis (25/11/2021).
Peneliti Ahli Utama Kebijakan Publik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syafuan Rozi Soebhan mengingatkan, kasus mafia tanah merupakan masalah yang berlangsung secara sistematis. Kasus seperti ini tidak hanya menimpa selebriti seperti Nirina Zubir, namun juga masyarakat umum lainnya.
“Sangat menjadi keprihatinan di masyarakat, duplikasi sertifikat terjadi di mana-mana,” ujarnya, Kamis (25/11/2021).
Jadi, kinerja Menteri ATR/BPN secara proses politik dapat dievaluasi, yakni pertama melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI.
Para legislator, kata dia, bisa mempertanyakan apa strategi atau langkah konkret menyelesaikan pemalsuan dan mafia tanah ini.
“Namun daripada menyalahkan anak buah, Menteri ATR/BPN semestinya mengusulkan perubahan sistem sertifikat, misalnya arsip blockchain yang punya sidik jari atau DNA sehingga tidak bisa dipalsukan,” katanya.
Sementara, Anggota Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, bahkan menyerukan perlunya pembentukan Pansus Mafia Tanah di tengah derasnya desakan agar Sofyan Djalil di-reshuffle.
“Saya kira dengan adanya kasus-kasus sekarang ini memang harus menyatakan bahwa kinerja kementerian ATR BPN bermasalah,” terangnya, kepada wartawan, Jumat (26/11/2021).
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut pihaknya akan mengusulkan kepada Pimpinan DPR untuk membentuk Pansus Mafia Tanah. Sebab keberadaan Panja tidaklah mencukupi untuk melakukan penelusuran secara holistik.
“Karena panja levelnya masih Komisi II DPR RI di mana objek pengawasannya hanya Kementerian ATR BPN. Kalau pansus tentu kita bisa melibatkan stakeholder dari lebih luas, seperti aparat penegak hukum dan seterusnya,” terangnya.
Namun, tindakan Panja Mafia Tanah yang paling dekat adalah berkeinginan untuk mendengarkan klarifikasi Menteri ATR/BPN terkait dengan hasil kerjanya selama ini.
Lihat juga video "Headline Harian Poskota Edisi Sabtu 27 November 2021". (youtube/poskota tv)
Bagi Komisioner KASN, Sri Hadiyati Wara Kustriani, banyaknya kasus di BPN/ATR dapat dikaitkan dengan kegagalan reformasi, terutama dalam hal perubahan mindset ASN yg diharapkan bisa profesional, berintegritas dan melayani.
“Sedangkan untuk ASN BPN/ATR yang terlibat sebaiknya dilakukan investigasi dan kalau memang ditemukan bukti ya harus dilakukan penjatuhan sanksi,” sebutnya.
Untuk diketahui, Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra pada Jumat (26/11/2021) menyampaikan, pihaknya telah memberikan sanksi mutasi sampai pemecatan kepada 125 pegawainya yang terlibat praktik mafia tanah. (*/ys)