JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kasus dugaan penggelapan uang hasil penjualan batu bara PT. Banjar Kilang Sejahterah (BKS) yang telah dilaporkan Ramoti Hans selaku kuasa hukum korban, Harmaji Anggono (Direktur Utama PT. BKS) ke Mabes Polri terhadap William Setiawan hingga kini belum menemui titik terang.
Padahal kasus tersebut sudah dilaporkan pada tanggal 28 Januari 2015 dengan nomer LP/105/I/2015/Bareskrim.
"Kami telah melaporkan William Setiawan, hingga kini kasus tersebut belum jelas. Sebelum lapor polisi kami sudah dua kali mengundang William Setiawan untuk membicarakan hasil penjualan batu bara berikut tanggungjawab atas kewajiban PT. BKS, tetapi yang bersangkutan tidak menanggapi," kata Ramoti Hans dari kantor Advokat Chris Butarbutar & Partners, Jumat (28/5/2021).
Laporan Polisi yang sudah berjalan 6 tahun itu belum ada kelanjutan pemeriksaan terhadap terlapor termasuk status hukumnya.
"Informasi terakhir yang disampaikan penyidik bahwa kendala pemeriksaan yang dihadapi adalah sulitnya mendapat informasi dari pihak Kementerian ESDM terkait pengelolaan batu bara dan penjualan yang dikerjakan PT. BKS yang kemudian hasil penjualan batu bara dimaksud diduga digelapkan oleh Terlapor. Sehingga, berdasarkan surat nomor 07/M-HA/V/2021/CP tanggal 18 Mei 2021, Kuasa Hukum telah menanyakan perkembangan penyidikan laporan polisi tersebut dan diharapkan penyidikan perkara tersebut dapat dilanjutkan untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban," terangnya.
Kasus dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan sebagaimana pasal 374 KUHP ini bermula dari kerjasama para pemilik saham PT BKS, mengajak Harmaji bergabung menjadi Dirut PT. BKS untuk mengelola tambang batu bara.
Setelah Harmaji berhasil mengelola perusahaan dan melakukan penjualan batu bara, uang hasil penjualan tidak masuk ke rekening PT. BKS, melainkan masuk ke rekening pribadi William Setiawan.
Sehingga didalam rekening perusahaan tidak ada dana untuk membayar pajak perusahaan berikut pembayaran hak-hak karyawan.
Hasil keuntungan penjualan batu bara setelah dikurangi produksi sekitar Rp18 Milyar itu hingga kini belum dikembalikan ke perusahan dan belum diaudit.
"Pembayaran kewajiban karyawan dan lainnya justru dibebankan ke klien kami, sehingga Klien kami merasa ditipu padahal uangnya sama William," pungkasnya. (mia)