YLKI Minta Presiden Jokowi tunda Pilkada Serentak 2020

Rabu 23 Sep 2020, 11:40 WIB
etua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi

etua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi

JAKARTA –  Wabah Covid-19 masih terus mengancam seluruh warga Indonesia. Satiap hari warga yang terkonfirmasi terus meningkat, lebih dari 4.000 orang per harinya. Dan korban meninggal  makin eskalatif.

Kini Indonesia memasuki rating ke-20 untuk negara  yang terkena wabah Covid-19, dan di level ASEAN kita rating nomor dua setelah Philipina.  Namun jika dilihat trennya, dalam beberapa langkah lagi Indonesia akan menanjak menyalip negara-negara lainnya, termasuk menyalip Philipina. 

"Dan sampai detik ini pemerintah, pusat dan daerah, tampak masih kedodoran dalam mengendalikan wabah Covid-19 tersebut," kata  Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Rabu (23/9/2020).

Oleh karena itu,  lanjut Tulus, menjadi hal paradoks jika pemerintah dan DPR malah bersepakat melaksanakan pilkada serentak saat pandemi masih menggila seperti sekarang. Merujuk pada fakta tersebut, kami meminta  agar Presiden Joko Widodo menunda pelaksanaan pilkada serentak 2020.

YLKI mempunyai pertimbangan antara lain, pertama, masih belum optimalnya upaya pengendalian wabah yang dilakukan oleh pemerintah, baik di level nasional dan atau daerah.

Kedua,  masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan.

"Ketiga,  walau Presiden Jokowi menghimbau tidak ada pengerahan massa, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dihindari adanya pengerahan massa tersebut. Adalah sangat absurd dan kurang masuk akal, jika saat kerumunan massa, apalagi dengan euforia politis, mengharap adanya kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Terutama dalam hal menjaga jarak.  Nyaris menjadi hal yang mustahil,"   katanya.

Keempat, apalagi bjika dalam pelaksanaan pilkada terdapat kecurangan, maka akan berpotensi menimbulkan kericuhan massa, dan artinya menjadi potensi besar untuk terjadinya pelanggaran pada protokol kesehatan.

"Dan rasanya hal yang sangat musykil bagi semua pihak, terutama bagi aparat penegak hukum, untuk melakukan upaya law enforcement terhadap pelanggaran protokol kesehatan oleh masyarakat," ucap tulus.

Dengan konfigurasi persoalan yang sedemikian terang-benderang, rasanya tidak ada alasan yang cukup absah jika pemerintah dan DPR bersepakat menggelar pilkada pada akhir 2020 ini. Keamanan dan Keselamatan publik seharusnya menjadi pertimbangan utama dan pertama, bukan malah dipertaruhkan.

"Oleh karena itu, putusan dan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR untuk tetap menggelar Pilkada, sungguh suatu kesepakatan yang tidak bisa dinalar secara akal sehat. Seharusnya sumber daya dan sumber dana yang ada dikerahkan secara totalitas untuk memerangi dan mengendalikan wabah Covid-19," tutup Tulus Abadi. (rizal/tri)

News Update