JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Penolakan terhadap rencana penggusuran proyek strategis nasional (PSN) Tol Semanan–Sunter disuarakan warga RW 09 Setiakawan, Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Warga menilai nilai ganti rugi yang ditetapkan pemerintah tidak adil.
Ketua RW 09 Duri Pulo, Azhari Mukhlis, mengatakan rencana proyek tersebut berdampak pada 2.169 jiwa dari 723 kepala keluarga (KK).
“Warga terdampak 2.169 dari 723 KK di Rw 09,” ucap Azhari, Selasa, 23 Desember 2025.
Ia menyebut terdapat 241 bidang tanah atau rumah yang masuk dalam area pembebasan lahan. Dari jumlah itu, sebagian besar warga menolak nilai ganti rugi.
Baca Juga: Warga Duri Pulo Tolak Gusuran Tol Semanan–Sunter, Ganti Rugi Dinilai Tak Layak
“Yang menolak itu 205 bidang dari 241 bidang. Yang menerima cuma sekitar 22 orang, sisanya masih belum lapor atau belum menyatakan sikap,” kata Azhari.
Menurut Azhari, warga tidak dilibatkan secara substansial dalam penentuan harga. Sosialisasi dilakukan pada 2019 dan kembali digelar saat proyek berjalan, namun tanpa pembahasan dasar penilaian harga.
“Sosialisasi ada di 2019, lalu kemarin di Sub-Paragon. Tapi setelah itu kita nggak diajak bicara lagi soal dasar penilaian harga. Tahu-tahu disuruh musyawarah, tapi harganya nggak sesuai ekspektasi. Makanya hampir 80 sampai 90 persen warga nolak,” ujarnya.
Ia menyebut nilai ganti rugi yang ditawarkan berkisar Rp8 juta hingga Rp11 juta per meter persegi.
“Ini Jakarta Pusat, ring satu. Pembebasan di Roxy Mas saja infonya bisa sampai Rp50 juta per meter. Masa di sini cuma 11 juta,” ucap Azhari.
Baca Juga: Tegur Penabrak di Jalan Bangka Raya, Pemotor Malah Dianiaya hingga Luka-luka
Selain itu, ia menyoroti penilaian appraisal yang dinilai tidak memasukkan komponen lain.
“Biasanya ada solatium, biaya tunggu, biaya pindah, biaya kehilangan usaha atau pekerjaan. Di sini nggak ada. Rinciannya juga nggak jelas, cuma NJOP tanah saja,” katanya.
Azhari mencontohkan rumah dua lantai miliknya seluas 44 meter persegi yang dihargai Rp735 juta.
“Dengan Rp735 juta saya nggak mungkin dapat rumah seperti ini lagi di Jakarta. Padahal di rumah itu ada usaha konveksi. Kalau pindah ke tempat jauh, usaha juga mati,” ujarnya.
Ia menegaskan warga tidak menolak pembangunan, namun meminta penerapan ganti untung.
“Kita nggak niat jual. Ini kan dipakai untuk proyek negara. Harusnya nilainya lebih tinggi, supaya warga bisa beli rumah lagi, bukan malah jatuh miskin,” kata Azhari. (cr-4)