POSKOTA.CO.ID - Keputusan komika Yudha Keling menjadikan saham sebagai mahar pernikahan menuai perhatian publik. Alih-alih perhiasan atau uang tunai dalam jumlah besar, Yudha memilih memberikan 1.412.025 saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) kepada sang istri, psikolog Fadhilah Eryananda.
Maskawin tak lazim ini bukan sekadar strategi finansial, melainkan representasi perjalanan hidup, nilai kebersamaan, serta cara pandang terhadap masa depan rumah tangga.
Dalam konteks budaya Indonesia, mahar kerap dimaknai sebagai simbol tanggung jawab dan komitmen. Namun, makna tersebut terus berkembang seiring perubahan zaman.
Apa yang dilakukan Yudha Keling memperlihatkan bagaimana generasi modern memaknai pernikahan bukan hanya sebagai ikatan emosional, tetapi juga sebagai kolaborasi visi hidup.
Baca Juga: ASYIK! Saldo DANA Gratis Rp100.000 Sukses Masuk Rekening dari Apk Penghasil Uang Ini, Yuk Coba
Investasi sebagai Bagian dari Transformasi Hidup
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya @yudhakhel pada 15 Desember, Yudha Keling menjelaskan bahwa dunia investasi memiliki peran penting dalam membentuk perjalanan hidup dan kariernya sejak tahun 2020. Masa tersebut menjadi titik balik, tidak hanya secara finansial, tetapi juga dalam cara ia melihat pertumbuhan diri dan masa depan.
Yudha menuturkan bahwa keterlibatannya dalam investasi mengajarkannya tentang kesabaran, konsistensi, dan keberanian mengambil keputusan jangka panjang. Nilai-nilai inilah yang kemudian ia anggap relevan dengan esensi pernikahan.
“Sejak kenal dunia investasi, hidup dan karier saya banyak berubah dan bertumbuh menjadi lebih baik. Di perjalanan hidup yang baru ini, saya ingin nilai itu ikut hadir,” tulis Yudha dalam unggahannya
Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa mahar saham bukan pilihan impulsif, melainkan refleksi dari proses panjang pembelajaran dan pertumbuhan pribadi.
Mengacu pada penutupan perdagangan akhir pekan ini atau Jumat, 12 Desember 2025 saham GoTo ada pada level Rp66 per saham. Dengan begitu, nilai ekonomi mahar tersebut diperkirakan mencapai Rp93 juta.
Pemilihan saham GOTO sebagai maskawin juga sarat makna filosofis. Yudha mengaitkan keputusannya dengan prinsip hidup yang ia yakini bersama sang istri: bahwa perjalanan panjang hanya dapat ditempuh melalui kebersamaan.
Ungkapan klasik “If you want to go fast, go alone; if you want to go far, go together” menjadi landasan pemikirannya. Secara simbolik, filosofi tersebut sejalan dengan slogan GOTO, “Go Far, Go Together”, yang menekankan kolaborasi dan pertumbuhan bersama.
Selain saham GOTO, Yudha Keling juga memberikan mahar berupa 44 uang real dan emas seberat 14,12 gram. Kombinasi ini menunjukkan keseimbangan antara nilai tradisional dan modern. Emas tetap menjadi simbol kestabilan dan keamanan, sementara saham merepresentasikan visi jangka panjang dan pertumbuhan.
Dalam perspektif hukum dan agama, mahar bersifat sah selama disepakati kedua belah pihak dan memiliki nilai. Saham, sebagai aset legal dan bernilai ekonomi, memenuhi unsur tersebut. Hal ini menegaskan bahwa inovasi dalam bentuk mahar tetap dapat berjalan seiring dengan prinsip-prinsip pernikahan yang berlaku di Indonesia .
Baca Juga: Isi Gugatan Cerai Atalia Praratya Dirahasiakan, Kuasa Hukum Hormati Aturan Hukum
Perjalanan Cinta 12 Tahun yang Berujung Komitmen
Yudha Keling dan Fadhilah Eryananda diketahui telah menjalin hubungan selama kurang lebih 12 tahun sebelum akhirnya menikah. Rentang waktu tersebut mencerminkan proses pendewasaan, pengenalan diri, dan pembentukan kepercayaan yang mendalam.
Pernikahan mereka menjadi penanda babak baru yang dibangun di atas fondasi panjang kebersamaan. Maskawin saham GOTO pun menjadi simbol konkret dari perjalanan tersebut—bahwa apa yang dibangun perlahan, dengan komitmen dan visi bersama, memiliki potensi untuk tumbuh lebih jauh di masa depan.
Fenomena mahar saham juga memicu diskusi publik tentang cara generasi muda memaknai pernikahan. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan perubahan gaya hidup, pasangan kini semakin terbuka pada pendekatan yang lebih rasional dan visioner, tanpa meninggalkan makna emosional.