Dana di bawah Rp 500 juta cukup diaudit secara internal, namun tetap wajib dilaporkan kepada Kemensos.
“Kalau di atas Rp 500 juta ya harus menggunakan auditor. Harus bekerja sama dengan auditor yang bersertifikat untuk melaporkan, dapatnya dari mana saja, diperuntukkan apa saja,” lanjut Gus Ipul.
Ia menegaskan bahwa aturan ini bukan untuk membatasi pihak yang ingin berdonasi, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab publik.
“Uang yang sudah dikumpulkan ini untuk apa saja, siapa yang menerima, dan diperuntukkan untuk kepentingan apa,” tambahnya.
Mendorong Akuntabilitas Publik
Mensos menilai pelaporan yang baik dapat membantu pemerintah memastikan bantuan benar-benar tepat sasaran, sekaligus menjaga integritas pihak yang menggalang dana. Transparansi juga penting untuk menghindari potensi kecurangan yang dapat merugikan masyarakat terdampak.
“Saya kira dengan begitu ini adalah membiasakan diri pada kita semua untuk mempertanggungjawabkan dana publik yang sudah kita terima,” ujarnya.
Media sosial kini menjadi sarana penghubung, di mana informasi mudah menyebar dan figur publik sering menjadi inisiator gerakan sosial, akuntabilitas menjadi semakin penting. Penggalangan dana yang tidak terkelola dengan baik dapat memicu ketidakpercayaan publik atau bahkan berpotensi melanggar hukum.
Baca Juga: Pemkot Bekasi Siapkan Pengamanan Nataru
Semua Pihak Tetap Diperbolehkan Membuka Donasi
Meski menekankan pentingnya perizinan, Gus Ipul memastikan bahwa pemerintah tetap membuka ruang bagi siapa saja yang ingin membantu korban bencana. Ia bahkan mengapresiasi semangat solidaritas para artis, influencer, komunitas, dan lembaga yang bergerak cepat menginisiasi penggalangan bantuan.
“Pada dasarnya siapapun boleh mengumpulkan donasi, siapapun, perorangan maupun lembaga,” kata Gus Ipul.
Menurutnya, pengawasan dan perizinan bukan bertujuan untuk membatasi, melainkan memastikan bahwa bantuan yang diterima masyarakat berjalan secara efektif, tepat guna, dan dapat dipertanggungjawabkan.
