Momen itu mengguncang banyak orang. Bagaimana bisa bantuan kemanusiaan, yang mestinya menghadirkan empati dan solidaritas, justru diselewengkan menggantikan makanan dengan barang tak bernutrisi?
Video ini tak hanya menarik perhatian pengguna media sosial sejumlah pihak pun mulai mempertanyakan integritas proses distribusi bantuan di Aceh Tamiang. Banyak yang mendorong agar pihak penyalur baik lembaga kemanusiaan maupun instansi terkait segera memberi klarifikasi.
Publik berharap agar penyaluran bantuan dilakukan dengan transparansi penuh: dari asal paket, proses pengemasan, hingga distribusinya ke tangan korban. Sebab kepercayaan adalah fondasi utama saat situasi darurat terutama ketika warga sudah kehilangan rumah, akses pangan, dan rasa aman.
Di satu sisi, ada informasi resmi bahwa bantuan logistik memang pernah dikirim ke Aceh Tamiang melalui jalur udara dan sungai, antara lain oleh BNPB dan pemerintah setempat, untuk menjangkau sejumlah desa terisolir.
Namun insiden manipulasi isi paket seperti di video ini jelas menodai upaya kemanusiaan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penyedia bantuan.
Baca Juga: Ratusan Siswa SD hingga SMA Ikuti Lomba Robotic dan Coding Animasi di Bogor
Mengapa Ini Bisa Terjadi?
Beberapa pertanyaan krusial muncul:
- Siapa yang mengemas paket bantuan tersebut dan dari mana asalnya?
- Bagaimana sistem distribusi dan pengecekan sebelum paket sampai ke korban?
- Apakah ada mekanisme transparansi dan audit untuk memastikan bahwa bantuan yang diterima benar-benar layak?
Distribusi bantuan di tengah bencana memang penuh tantangan: akses jalan tertutup, jumlah korban banyak, dan waktu mendesak.
Tapi justru di momen seperti ini, integritas harus dijaga lebih ketat. Salah satu bentuknya dokumentasi distribusi dengan bukti fisik, koordinasi transparan antarlembaga, hingga pelibatan komunitas lokal agar distribusi benar-benar tepat sasaran.
Setelah viralnya video tersebut, banyak harapan terdengar: agar pihak penyalur segera menjelaskan duduk perkaranya, untuk menunjukkan di mana letak kesalahan apakah saat pengemasan, distribusi, atau di tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.
Para korban berhak mendapatkan bantuan secara adil dan benar. Bukan hanya “pake mie instan” melainkan pangan bergizi, bersih, dan layak konsumsi.
